Tekan PHK, SKK Migas Minta Kontraktor Perbesar Efisiensi
KATADATA - Harga minyak mentah dunia yang makin terjerembab di bawah US$ 40 per barel, hari ini di level US$ 31,26, membuat kinerja perusahaan minyak makin tertekan. Bahkan, sejumlah korporasi multinasional di berbagai penjuru dunia mulai mengurangi jumlah pegawainya kembali. (Baca: Chevron Lakukan Efisiensi dan PHK Ribuan Karyawan di Indonesia).
Untuk mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK), Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas atau SKK Migas meminta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) melakukan berbagai efisiensi. Kepala Humas SKK Migas Elan Biantoro mengatakan himbauan tersebut telah disebar ke perusahaan-perusahaan beberap waktu lalu.
Misalnya, kata Elan, Kontraktor perlu memangkas biaya-biaya yang tidak menjadi prioritas misalnya pelatihan perencanaan. Di lihat dari struktur biaya, efisiensi dimulai dari pos yang memiliki komposisi paling besar, misalnya anggaran operasional atau operational expenditure. Di industri migas, opex memakan biaya hingga 70 persen. “Opex di-cut dari 70 menjadi 10 persen,” kata Elan di Gedung City Plaza Jakarta, Rabu, 13 Januari 2016.
Setelah itu, dia melanjutkan, efisiensi masuk ke pos biaya yang lain, misalnya belanja modal atau capital expenditure cukup 15 sampai 20 persen, apalagi bila tidak ada proyek cukup 0 hingga 5 persen. Efisiensi maksimal 10 persen berlaku pada general and administration pegawai.
Namun untuk efisiensi dengan memecat pegawai, SKK Migas sangta tidak menganjurkan. Hal ini sesuai dengan kelaziman Kontraktor yang bekerja dalam sekema bagi hasil atau production sharing contract/PSC. Sebab, pengurangan pegawai diarahkan terjadi secara natural sesuai masa kontrak. “Yang mendekati pensiun itu yang pekerjaannya selesai,” ujar Elan. (Baca juga: Gubernur BI Peringatkan Dampak Kejatuhan Harga Minyak).
Efiseinsi juga perlu dilakukan dalam aneka pertemuan, misalnya melalui konferensi jarak jauh atawa tele conference. Begitu pula dalam menghemat biaya sewa gedung, kantor, dan kendaraan. Saat ini, kata Elan, masih ada 32 ribu pekerja sesuai PSC yang berkontrak dan terdaftar di SKK migas.
Sementara itu, Kepala Divisi Pengendalian Program dan Anggaran SKK Migas Benny Lubiantara mengatakan di balik harga minyak yang turun menjadi peluang bagi Kontraktor untuk melakukan berbagai program seperti memanfaatkan biaya penurunan rig dan sewa kapal seismik yang turun akibat lesunya iklim eksplorasi. “Bagi KKKS yang punya uang, ini kesempatan,” kata Benny dalam kesempatan yang sama.
Kesempatan tersebut, Benny melanjutkan, bagus bagi Kontraktor yang masa kontraknya masih lama. Namun kondisi sebaliknya akan dirasakan oleh KKKS yang akan habis masa kontraknya yang akan melakukan eksplorasi di Wilayah Kerja produksi. Sebab, limit waktunya yang sedikit. “Misalnya Total E&P Indonesie tidak mungkin eksplorasi karena akan habis kontrak,” ujarnya.
Menurut Benny, akibat situasi harga minyak yang tak tentu ini membuat produksi KKKS turun 30 - 50 persen dengan persentase harga minyak di level US$ 40 per barel, apalagi bila harga emas hitam itu terus melorot. Akibatnya, hal ini bisa berdampak pada total penerimaan negara dari sektor migas. (Lihat pula: Musim PHK Pekerja Migas).
Tren penurunan harga minyak sudah terjadi sejak pertengahan 2014. Ketika itu, harga komoditas ini bertengger di atas US$ 100 per barel kemudian berangsur turun hingga di kisaran US$ 60 per barel. Tahun ini harga minyak sudah jauh di bawah prediksi. Pelaku usaha migas memperkirakan tahun lalu harga minyak menyentuh US$ 80 per barel, ternyata jatuh di bawah US$ 50 barel.
Hal ini membuat beberapa perusahaan menjual aset atau farm out karena tidak sanggup menahan beban keuangannya. Bahkan perusahan migas global juga mengurangi jumlah karyawannya seiring kegiatan operasi yang menyusut.