Perbankan Yakin Kebijakan Baru BI Lebih Efektif Tekan Bunga
Perbankan menilai kebijakan moneter baru Bank Indonesia lebih efektif menurunkan suku bunga perbankan. Sebab, suku bunga acuan BI Seven Day Reverse Repo Rate lebih mendekat ke transaksi pasar uang. Instrumen ini ditransaksikan dengan tenor pendek dengan nilai 70 persen dari rata-rata uang yang diperjual-belikan Rp 12 triliun, atau Rp 8 - 9 triliun. Sementara posisi BI Rate saat ini lebih sesuai dengan instrumen tenor setahun.
Akhir pekan lalu, BI mengubah suku bunga acuan dari BI Rate menjadi BI Seven Day. Bnak sentral menganggap bunga repo tujuh hari lebih efektif sebagai suku bunga operasi moneter karena mencerminkan kondisi yang lebih nyata di pasar keuangan atau perbankan ketimbang BI Rate. Meski begitu, BI mempertahankan BI rate sebagai bunga acuan instrumen bertenor setahun.
Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Hafas mendukung langkah BI. Menurutnya, suku bunga acuan ini lebih mencerminkan harga pasar karena berdasarkan persediaan dan permintaan. Kebijakan ini juga memungkinkan biaya dana (cost of fund) menjadi turun, sehingga lebih mudah bagi perbankan menurunkan bunga kredit ataupun depositonya. (Baca: BI Jamin Bunga Acuan Baru Tak Ganggu Target Inflasi dan Ekonomi).
Secara tidak langsung, likuiditas juga bisa meningkat. Biaya yang murah akan menarik uang yang parkir di Surat Berharga Negara ataupun obligasi korporasi lainnya. “Kalau itu (BI Seven Day) lebih murah, kan cerminan dari suply-demand, likuiditas akan muter. Yang selama ini uang parkir di obligasi akan lebih cair. Itu efek samping, bukan direct,” kata Rohan kepada Katadata, Senin, 18 April 2016.
Pandangan serupa disampaikan Eko Waluyo. Menurut Sekretaris Perusahaan Bank Tabungan Negara ini, likuiditas memungkinkan bertambah seiring biaya untuk menyimpan atau meminjam likuiditas dari BI lebih murah. Persediaan likuiditas yang cukup dengan harga yang menarik akan mendorong bank menyalurkan kredit lebih besar. Dengan begitu, pembiayaan ke sektor riil semestinya lebih banyak. (Baca juga: Per Agustus, BI Rilis Suku Bunga Acuan yang Lebih Membumi).
Sementara itu, ekonom Bank Pembangunan Singapura (DBS) Gundy Cahyadi berpendapat kebijakan sebelumnya, suku buga acauan BI Rate, memang belum efektif mendorong suku bunga perbankan turun. Kendati BI Rate sudah turun tiga kali sebesar 0,75 persen, namun bunga bank tak lantas menyusut. Apalagi, Otoritas Jasa Keuangan hanya membatasi bunga deposito 0,75 sampai satu persen di atas BI Rate. Dengan demikian sulit mendorong bunga kredit turun lebih dari level tersebut.
Namun, kebijakan baru ini juga belum tentu berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Kecuali, BI Seven Days mendorong bunga kredit perbankan turun signifikan. Lalu, penyaluran kredit tumbuh lebih dari 15 persen di akhir tahun. “Menariknya, kerangka baru ini menekankan pada penurunan suku bunga kredit bank. Setidaknya pada tingkat psikologis, bunga kredit rata-rata hampir tidak bergerak menurun tahun ini meskipun BI Rate sudah turun,” tutur Gundy.
Adapun Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi menyebutkan sekitar Rp 12 triliun instrumen semalam (overnight) yang ditransasikan hanya Rp 200 miliar untuk instrumen sebulan. Yang setahun bahkan hampir tidak pernah ditransaksikan. Sementara posisi BI Rate 6,75 persen saat ini setara dengan instrumen setahun.
Karena itu, BI Rate menjadi kurang efektif mempengaruhi suku bunga Pasar Uang Antar Bank. Dari hasil kajian sejak 2003, BI mengubah suku bunga acuan menjadi BI Seven Day. Karena lebih dekat dengan instrumen yang banyak ditransaksikan, sehingga transmisi ke bunga pasar uang dan perbankannya akan lebih cepat.
“Faktanya di banyak negara, uang lebih aktif ditransaksikan di tenor pendek. Khususnya seminggu ke bawah. Perubahan basis tenor policy rate dari BI Rate yang diacu instrumen setahun, acuannya menjadi seminggu,” kata Doddy. (Lihat pula: BI Tak Lagi Agresif Mengubah Suku Bunga).
Dengan adanya instrumen ini, bank diharapkan lebih nyaman dan aman menempatkan likuiditasnya di BI. Begitu juga bank menjadi lebih berani meminjam likuiditas ke BI. Karena dalam perubahan kebijakan ini bank sentral mempercepat transaksi repo dengan mendorong bank-bank berpartisipasi dalam General Master Repo Agreement (GMRA). Juga, memperkuat peran suku bunga Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) bagi terbentuknya struktur bunga di pasar uang.