Debitur Menengah Picu Peningkatan Kredit Masalah Bank Mandiri
Bank Mandiri tak kalis dari imbas perlambatan ekonomi. Setidaknya, hal itu terlihat dari peningkatan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) pada triwulan pertama 2016.
Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan rasio kredit bermasalah naik menjadi 3,18 persen secara gross dan 1,36 persen secara nett dari sebelumnya 2,27 dan 0,86 persen pada periode yang sama tahun lalu. Peningkatan rasio kredit bermasalah terjadi di segmen kelas menengah.
“Usaha menengah itu profil nasabahnya ada di regional, bukan pengusaha korporat kelas kakap,” kata Kartika di Gedung Plaza Mandiri, Jakarta, Senin, 16 Mei 2016. (Baca juga: Bank Mandiri Akan Ekspansi ke Tiga Negara ASEAN).
Menurutnya, pebisnis di kelas ini bisasanya hanya mengandalkan satu pendapatan. Ketika sumber pemasukannya bermasalah, kemampuan membayarnya pun menurun sehingga kualitas pembayaran kreditnya terganggu. Sebagai contoh hal itu terjadi pada industri yang berbasis komoditas. (Lihat pula: Dana Cina, Grup Sinar Mas Peminjam Terbesar Tiga Bank Pemerintah).
Namun data bank pelat merah itu memperlihatkan kredit bermasalah segmen menengah makin lebar pada tahun ini. Awalnya, hanya pengusaha berbasis komoditas yang terimbas perlambatan ekonomi. Kini, masalah menjalar ke pengusaha baja, tongkang, dan rokok. Ketiga industri ini mengalami penurunan harga dan permintaan.
Hal senada disampaikan Direktur Mandiri Ahmad Siddik Badruddin. Kenaikan terbesar terjadi di commersial banking dari 2,6 persen pada akhir 2015 menjadi 4,4 persen pada Maret 2016. “Bisnis mereka bergantung di komoditas, seperti batu bara, minyak, dan gas. Bisnis terkaitnya seperti tongkang dan alat berat. Itu juga yang paling terdampak,” ujarnya. (Baca juga: Pendapatan Operasional Topang Laba Bersih Bank Mandiri Rp 3,8 Triliun).
Namun Kartika menegaskan pelebaran segmen kredit bermasalah ini masih di bawah perkirakan. Bank Mandiri sempat meramalkan kredit tak lancar lebih besar dibandingkan realitas saat ini. Oleh karena itu, dia yakin Bank Mandiri bisa melakukan mitigasi dengan baik. Di sisi lain, kolektibilitas kredit mengalami kenaikan. Akibatnya, provisi harus ditambah agar rasio kredit bermasalah memiliki cadangan yang cukup.
Meskipun demikian, Kartika menyakini kenaikan kolektibilitas kredit yang berimbas pada penambahan provisi tidak akan berpengaruh atau menggerus modal. “Kan labanya aja positif kok. Menggerus modal kalau labanya sudah negartif. Labanya masih positif kok Rp 3,8 triliun,” ujarnya.