Pasca Brexit, 30 Bank Sentral di Dunia Siap Jaga Pasar Keuangan
Bank sentral di seluruh dunia segera merespons hasil referendum di Inggris yang memenangkan opsi keluarnya negara tersebut dari Uni Eropa. Sebanyak 30 gubernur bank sentral di dunia menyatakan komitmennya untuk menjaga kelancaran dan kestabilan pasar keuangan pasca hasil referendum tersebut.
Komitmen itu mengemuka dalam pertemuan ekonomi global (Global Economic Meeting) yang merupakan salah satu rangkaian pertemuan tahunan Bank for International Settlement (BIS) di Basel, Swiss, Minggu (26/6). Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo.
Dalam pernyataannya dari Basel, Agus menjelaskan, pertemuan BIS membahas mengenai dampak hasil referendum Inggris terhadap perekonomian. Selain itu, disampaikan pula dukungan terhadap langkah-langkah antisipatif yang telah disiapkan oleh bank sentral Inggris.
Para gubernur bank sentral juga menyatakan komitmen untuk selalu memonitor perkembangan kelancaran dan stabilitas pasar keuangan. “Selain itu, mempererat kerjasama antar-bank sentral untuk memastikan kelancaran dan stabilitas pasar keuangan tetap terjaga,” kata Agus dalam siaran pers BI, Senin (27/6).
(Baca: Tinggalkan Uni Eropa, Inggris Tetap Kerjasama dengan Indonesia)
Sedangkan BI terus mencermati potensi risiko yang mungkin muncul dari hasil referendum Inggris itu terhadap perekonomian Indonesia.
Termasuk mempersiapkan langkah-langkah antisipatif yang diperlukan. Selain itu, BI mempererat kerjasama dengan pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), maupun dengan otoritas bank sentral negara lain untuk menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.
Seperti diketahui, hasil penghitungan suara referendum Inggris yang berakhir Jumat siang pekan lalu menunjukkan 52 persen masyarakat di negara itu menginginkan keluar dari Uni Eropa alias Britain Exit (Brexit). Keputusan itu sempat mengguncang pasar saham dan pasar keuangan dunia pada akhir pekan lalu.
(Baca: Pemerintah – BI Waspadai Efek Lanjutan Brexit)
Menyikapi hasil referendum itu, BI sebelumnya menyatakan, perekonomian Indonesia saat ini memiliki ketahanan ekonomi yang baik. Stabilitas makroekonomi tetap terjaga yang tercermin dari inflasi yang rendah, defisit transaksi berjalan yang terkendali, dan nilai tukar yang relatif stabil.
Ketahanan ekonomi ini diyakini mampu menjaga perekonomian Indonesia terhadap dampak hasil referendum di Inggris. BI memandang Brexit berdampak terbatas pada perekonomian domestik, baik di pasar keuangan maupun kegiatan perdagangan dan investasi.
Di pasar keuangan domestik, di tengah terjadinya pelemahan di pasar uang Eropa dan Asia, nilai tukar rupiah relatif stabil. Sementara itu, pasar saham Indonesia juga mengalami koreksi relatif terbatas, terutama dibandingkan dengan negara-negara dalam satu kelompok seperti India, Thailand dan Korea Selatan.
(Baca: Inggris Tinggalkan Uni Eropa, Pasar Keuangan Dunia Guncang)
Selain di pasar keuangan, dalam jangka menengah, dampak Brexit melalui jalur perdagangan juga diyakini relatif terbatas. Pangsa ekspor Indonesia ke Inggris hanya sekitar 1 persen dari total ekspor Indonesia.
Namun, dampak lanjutan dari terganggunya hubungan dagang Inggris Raya-Eropa perlu dicermati mengingat pangsa ekspor Indonesia ke Eropa (di luar Inggris) mencapai 11,4 persen pada 2015.
Sebagian besar ekspor Indonesia ke Eropa adalah bahan baku dan mentah.
(Baca: BI dan Ekonom: Dampak Brexit ke Rupiah Hanya Sementara)
Sementara itu, dampak pada kinerja investasi di Indonesia juga diprediksi terbatas. Dalam lima tahun terakhir, pangsa penanaman modal asing langsung dari Inggris terhadap total penanaman modal asing di Indonesia tercatat di bawah 10 persen.
Ke depan, BI akan terus mencermati potensi risiko yang muncul dari hasil referendum di Inggris. “BI akan terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk memonitor perkembangan perekonomian global,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara, dalam siaran pers BI, Minggu (26/6).