Bank Dunia Sarankan Kebijakan Fiskal untuk Dorong Konsumsi
Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund / IMF) melihat kondisi perekonomian dunia masih akan melambat. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, dua lembaga keuangan internasional ini menyarankan pemerintah memaksimalkan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, dalam pertemuan tahunan Bank Dunia – IMF di Washington, Amerika Serikat (AS), pekan lalu, lembaga keuangan tersebut memperkirakan ekonomi global hanya tumbuh 2,4-3,1 persen tahun ini. Sedangkan tahun depan diproyeksikan mencapai 2,8-3,4 persen.
Penyebab utama ekonomi belum membaik adalah, harga komoditas masih melemah, tingginya inflasi, dan rendahnya suku bunga. Ke depan, ekonomi global juga akan menghadapi perlambatan produktivitas, investasi, dan perdagangan dunia. (Baca: Ekonomi Dunia Melambat, BI Turunkan Prediksi Pertumbuhan 2017)
“Dibahas perkembangan ekonomi terakhir, terutama bagaimana menghadapi risiko perekonomian dunia. Yang disorot masih lemahnya perekonomian dunia dan kebijakan suku bunga AS pada 2016 dan 2017,” kata Sri Mulyani saat konferensi pers mengenai hasil pertemuan tahunan Bank Dunia-IMF tersebut di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (12/10).
Berdasarkan kondisi tersebut, Bank Dunia dan IMF meminta semua negara berpartisipasi mendorong pertumbuhan ekonomi. Caranya, memaksimalkan ruang fiskal untuk membangun infrastruktur atau berinvestasi. Dengan begitu, diharapkan ada peningkatan pendapatan masyarakat sehingga bisa mendorong konsumsi rumah tangga.
Selain itu, dari sisi fiskal, pemerintah berupaya mendorong investasi dengan memberikan sejumlah insentif. Insentif itu bisa berupa keringaan pajak tax allowance ataupun tax holiday. (Baca: Belanja Pemerintah Menipis, BI: Ekonomi Cuma Bisa Tumbuh 5 Persen)
Di tengah seretnya penerimaan saat ini, menurut Sri Mulyani, kebijakan fiskal yang paling penting adalah menetapkan jenis belanja yang berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena itu, pemerintah mengutamakan belanja modal untuk investasi yang bersifat produktif dan mengurangi belanja konsumtif.
Kendati begitu, pemerintah tetap tidak boleh melupakan belanja investasi untuk pengembangan sumber daya manusia, seperti kesehatan dan pendidikan.
Selain kebijakan fiskal, otoritas moneter yaitu Bank Indonesia juga dapat berperan mendukung pertumbuhan ekonomi. “Koordinasi sangat baik dalam hal informasi, kami analisa ekonomi bagaimana tantangan dan kesempatan bersama, melihat apa langkah yang dibutuhkan untuk memperbaiki permintaan dan pasokan. BI bisa dari sisi kebijakan suku bunga atau monetary expantion,” katanya.
Sedangkan bagi negara yang ruang fiskal dan utang publiknya rendah, bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dengan dukungan kebijakan moneter. Bahkan, negara maju turut mendorong ekonomi dengan menerapkan suku bunga rendah dan menambah jumlah uang beredar melalui pembelian surat utang atau obligasi pemerintah dan perbankan.
Di Indonesia, pemerintah mengaku sudah berkoordinasi dengan BI untuk memaksimalkan kebijakan fiskal dan moneter. Lewat koordinasi dua otoritas ini, diharapkan dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi sesuai prioritas yang ditetapkan Presiden Joko Widodo.
(Baca: Bank Dunia Minta Indonesia Tak Lagi Andalkan Ekspor Komoditas)
Sedangkan sebagai Ketua Komite Pembangunan (Development Commitee) Bank Dunia, Sri Mulyani mengatakan, seluruh kebijakan tersebut dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kepercayaan pasar, stabilitas sektor keuangan, dan memberi kesempatan kepada seluruh negara untuk mendapat manfaat dari globalisasi dan perubahan teknologi.
Karena itu, pertemuan Bank Dunia – IMF tersebut sepakat menetapkan pioritas yang mencakup kebijakan fiskal yang ramah pertumbuhan ekonomi, kebijakan moneter yang mendukung dan akomodatif, reformasi struktural di area prioritas, kebijakan sektor keuangan yang efektif dalam rangka memperkuat stabilitas, serta penguatan kerjasama global.