Efek Faktor Musiman, Ekonomi Kuartal III Diprediksi Turun
Pertumbuhan ekonomi kuartal tiga diprediksi selambat kuartal satu tahun ini. Lesunya kegiatan usaha ditambah kembali normalnya konsumsi masyarakat pascalebaran diduga menjadi penyebab perlambatan.
“Sedikit lebih lambat dari kuartal dua. Kuartal dua ada dorongan dari pertanian karena bergesernya musim tanam dan lebaran,” kata ekonom Bank Central Asia, David Sumual, kepada Katadata, Selasa, 11 Oktober 2016. Setelah lebaran, konsumsi masyarakat, di antaranya makanan dan minuman, kembali normal. (Baca juga: Belanja Pemerintah Menipis, BI: Ekonomi Cuma Bisa Tumbuh 5 Persen).
Sebagai informasi, ekonomi tumbuh 4,92 persen pada kuartal pertama 2016. Ekonomi sempat melejit menjadi 5,18 persen di kuartal dua seiring meningkatnya belanja masyarakat terkait kebutuhan Ramadhan. Dengan kondisi itu, sepanjang paruh pertama tahun ini, pertumbuhan ekonomi baru mencapai 5,04 persen di bawah target pemerintah yakni 5,1 persen.
David memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal tiga sebesar 4,9 sampai lima persen, mirip dengan kuartal satu. Meski demikian, ekonomi berpeluang tumbuh lebih kencang pada kuartal terakhir. Faktor pendorongnya antara lain, realisasi belanja pemerintah dan konsumsi masyarakat di akhir tahun.
Selain itu, ada juga faktor perbaikan ekspor seiring dengan naiknya harga komoditas seperti minyak, minyak sawit mentah, dan batu bara. Alhasil, secara keseluruhan ekonomi 2016 masih berpeluang tumbuh di level lima persen. (Baca: ADB Pangkas Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Jadi 5 Persen).
Meski ekonomi belum melaju kencang, David menekankan pertumbuhan di level lima persen tergolong tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan di negara-negara berkembang lainnya. Apalagi inflasi juga terkendali. “Kalau inflasi tinggi bisa menggangu daya beli,” ucapnya.
Sementara itu, kegiatan dunia usaha diprediksi baru menanjak pada tahun depan. Menurut dia, pelaku usaha belum memikirkan ekspansi tahun ini lantaran sibuk mengikuti program pengampunan pajak alias tax amnesty. Dana pulang (repatriasi) terkait program tax amnesty yang mencapai Rp 147 triliun juga bisa memperkuat modal bisnis.
Menguatnya modal bakal membuat kemampuan perusahaan untuk mengambil utang baru semakin besar. Dengan begitu, kredit juga diyakini bakal tergenjot naik. “2017 sedikit lebih baik. 2018 bisa 6 persenan,” kata dia. (Baca juga: BI: Kredit dan Investasi Bakal Meningkat setelah Tax Amnesty).
Sejalan dengan David, Ekonom dari Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih juga memprediksi adanya penurunan pertumbuhan ekonomi pada kuartal tiga lalu ke kisaran 4,9 persen. “Memang melambat karena faktor musiman. Kalau ada Lebaran memang top-top-nya ekonomi,” kata dia.
Meski melambat dibanding kuartal sebelumnya, kondisi di triwulan tiga diperkirakan masih lebih baik dibanding kuartal tiga 2015. Salah satu indikatornya yaitu survei BI terkait kegiatan dunia usaha. Mengacu pada survei tersebut, saldo bersih tertimbang (SBT) kegiatan dunia usaha naik dari 5,06 persen pada kuartal tiga tahun lalu menjadi 13,02 persen pada kuartal tiga tahun ini.
Meski begitu, Lana memprediksi pertumbuhan ekonomi cuma bakal mencapai 4,9 persen hingga akhir tahun ini. Salah satu penyebabnya, sektor riil yang diprediksi masih lesu. Indikatornya, SBT proyeksi pertumbuhan kegiatan usaha kuartal IV 2016 yang tercatat cuma 0,34 persen. “Saya kira itu yang terendah dari yang pernah ada,” katanya. Ia pun bingung kenapa pelaku usaha meproyeksi demikian rendah.
Selain itu, ada juga faktor menurunnya konsumsi masyarakat. Hal tersebut lantaran dana yang bisa digunakan untuk liburan atau ekspansi bisnis dipakai sejumlah masyarakat untuk membayar tebusan tax amnesty. “Pengusaha tadinya mau ekspansi, tapi kemudian sebagian dananya dipakai untuk membayar tax amnesty,” kata dia. Padahal, uang tersebut tadinya bisa dipakai di akhir tahun untuk belanja pegawai dan keperluan lainnya. (Baca juga: Tax Amnesty Akan Dongkrak Investasi Kuartal Dua 2017).