Utang Luar Negeri Melaju, BI: Cadangan Devisa Kuat
Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri Indonesia pada akhir tahun lalu sebesar US$ 317 miliar. Mayoritas utang tersebut berjangka panjang sehingga aman bagi perekonomian. Namun, BI mencermati kencangnya laju pertumbuhan utang jangka pendek.
Utang jangka panjang hanya tumbuh 1,1 persen secara tahunan menjadi US$ 274,9 miliar. Sedangkan utang jangka pendek melaju 8,6 persen menjadi US$ 42,1 miliar. Untungnya, cadangan devisa tercatat menebal sehingga bisa menyokong kebutuhan valuta asing (valas) bila ada kebutuhan besar pelunasan utang jangka pendek.
“Meski ULN (utang luar negeri) jangka pendek meningkat, kemampuan cadangan devisa untuk menutupi kewajiban jangka pendek membaik,” demikian tertulis dalam siaran pers BI, Jumat (17/2). (Baca juga: Risiko Menurun, Moody's Naikkan Prospek Peringkat Utang Indonesia)
Sebagai informasi, cadangan devisa per Desember 2016 tercatat sebesar US$ 116,9 miliar. Dengan perkembangan tersebut, rasio utang jangka pendek terhadap cadangan devisa turun dari 37,4 persen pada triwulan III 2016 menjadi 36,1 persen pada triwulan IV 2016.
Terlepas dari tingginya pertumbuhan utang jangka pendek, secara keseluruhan, utang luar negeri tumbuh melambat, yaitu hanya 2 persen secara tahunan menjadi US$ 317 miliar pada triwulan IV 2016. Perlambatan tersebut terjadi lantaran utang swasta terus turun dan pertumbuhan utang luar negeri pemerintah melambat.
Utang swasta tercatat turun 5,6 persen menjadi US$ 158,7 miliar, sedangkan utang pemerintah naik 11 persen menjadi US$ 158,3 miliar. Pada kuartal sebelumnya, utang pemerintah tercatat meningkat 20,8 persen.
Dengan kondisi tersebut, rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (PDB) turun dari 36,2 persen pada kuartal III 2016 menjadi 34 persen pada akhir kuartal IV 2016. (Baca juga: KSSK Pantau Tiga Faktor Domestik Pengganggu Stabilitas Keuangan)
Berdasarkan sektor ekonomi, posisi utang luar negeri swasta pada akhir kuartal IV 2016 terkonsentrasi di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih. Pangsa utang luar negeri keempat sektor tersebut mencapai 76,6 persen terhadap total utang luar negeri swasta.
Meski begitu, pertumbuhan utang luar negeri pada sektor-sektor tersebut menurun dibandingkan dengan triwulan III 2016. “BI memandang perkembangan ULN pada kuartal IV 2016 tetap sehat, namun terus mewaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional."
Ke depan, BI menyatakan akan terus memantau perkembangan utang luar negeri, khususnya sektor swasta. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa utang luar negeri dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi.