Rupiah Diramal Makin Melemah Jelang Rapat Bank Sentral AS

Martha Ruth Thertina
9 Maret 2017, 15:29
Kurs rupiah
Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) relatif stabil sepanjang pekan ini. Meski ada risiko dari kenaikan bunga dana bank sentral AS (Fed Fund Rate) pada pekan depan. Pelaku pasar diramalkan baru akan bereaksi mendekati waktu pengumuman Fed Fund Rate yaitu Rabu (15/3) waktu setempat.

Pada perdagangan Kamis (9/3) ini, nilai tukar rupiah dibuka di level Rp 13.373 per dolar Amerika Serikat, atau melemah 0,17 persen dibanding penutupan hari sebelumnya. Meski begitu, bila dibandingkan dengan posisi rupiah pada awal tahun ini, maka tercatat adanya penguatan sekitar 0,76 persen.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, nilai tukar rupiah disokong oleh derasnya aliran dana asing (capital inflow) yang mulai masuk sejak akhir tahun lalu. Hal tersebut terpantau dari kenaikan cadangan devisa yang mengalami kenaikan sebesar US$ 3,5 miliar sepanjang Januari hingga Februari lalu menjadi US$ 119,86 miliar. (Baca juga: Ekspor Migas Topang Kenaikan Cadangan Devisa US$ 3 Miliar)

“Sejauh ini, penguatan rupiah dibantu (kenaikan pendapatan valas dari) harga komoditas yang membaik, (penerbitan) SBI (Sertifikat Bank Indonesia) dan SBN (Surat Berharga Negara) valas juga membantu, dan dana reaptriasi yang masuk dari akhir tahun lalu sampai awal tahun,” ucap David kepada Katadata, Kamis (9/3).

Meski begitu, tekanan terhadap rupiah berisiko terjadi jelang pengumuman Fed Fund Rate pekan depan. Seperti diketahui petinggi bank sentral AS bakal menggelar rapat selama dua  hari untuk menentukan kebijakan moneternya. Mengacu pada Bloomberg World Interest Rate Probability, peluang kenaikan bunga dana AS pada pekan depan mencapai 100 persen. Bunga dana diperkirakan naik 0,25 persen ke kisaran 0,75 - 1 persen.

David meyakini keputusan tersebut tidak akan menyebabkan arus keluar besar-besaran dana asing (capital outflow) dari pasar keuangan domestik. Pasalnya, sinyal kenaikan sudah disampaikan petinggi bank sentral AS sejak jauh-jauh hari sehingga pelaku pasar telah mengantisipasi. Kecuali, bila kenaikan bunga dana lebih besar dari dugaan awal 0,25 persen. “Kalau naiknya lebih besar, akan lebih volatile (bergejolak) pasar di emerging market (negara yang pasarnya tengah berkembang),” ujarnya.

Ia pun tak menampik adanya kemungkinan tekanan menjelang dan sesudah pengumuman Fed Fund Rate. Namun, ia menilai hal tersebut sebagai kondisi biasa. “Biasalah shock menjelang dan sesudah. Bukan shock ya, lebih ke arah portfolio adjustment (penyesuaian investasi).” (Baca juga: 173 Perusahaan Berpotensi Rugi Kurs dari Utang Valas)

Prediksi David, kenaikan Fed Fund Rate bakal terjadi sebanyak dua atau tiga kali tahun ini yaitu pada Maret, pertengahan tahun dan akhir tahun ini. Namun, kenaikan tersebut tergantung perkembangan data-data ekonomi AS. Adapun, sejauh ini, data ekonomi AS, misalnya tingkat tenaga kerja membaik sehingga mendukung kenaikan tersebut. 

Ia meramalkan, nilai tukar rupiah bakal berada di rentang Rp 13.300 – Rp 13.800 per dolar AS tahun ini. “Apalagi, BI juga sudah membuat policy (kebijakan) Billateral Swap Agreement (BSA) dengan Korea, sebelumnya Jepang, ada juga dengan Cina,” ujarnya. (Baca juga: Waspadai Bunga AS Naik, BI Perluas Kerja Sama Antar-Bank Sentral)

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...