Atur Penambahan Dana Proyek e-KTP, Markus Nari Jadi Tersangka
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan politikus Partai Golkar Markus Nari sebagai tersangka baru dalam kasus pengadaan proyek Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) tahun 2011-2013. Markus merupakan tersangka korupsi e-KTP yang kelima, setelah sebelumnya KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka.
"MN diduga berperan dalam memuluskan pembahasan dan penambahan anggaran proyek KTP elektronik di DPR,"ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (19/7).
Markus yang merupakan anggota DPR periode 2009-2014 diduga meloloskan pembahasan anggaran untuk perpanjangan proyek e-KTP tahun 2013 sebesar Rp 1,49 triliun. Persetujuan Markus ini dengan permintaan imbalan kepada mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman.
"MN diduga meminta uang kepada Irman sebanyak Rp 5 miliar sebagai realisasi permintaan tersebut dan diduga telah terjadi penyerahan uang sekitar Rp 4 miliar kepada MN," kata Febri.
(Baca: Setya Novanto Didesak Mundur dari Kursi Ketua DPR)
KPK mengatakan akan melanjutkan penyidikan terkait indikasi penerimaan atau pemberian gratifikasi tersebut.
Penetapan Markus sebagai tersangka ini setelah KPK mencermati persidangan terhadap dua terdakwa mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto dan Irman di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
KPK menetapkan Markus sebagai tersangka dengan dijerat pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 UU Tindak Pidana Korupsi. Markus diduga melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dalam pengadaan paket penerapan e-KTP yang merugikan negara Rp 2.3 triliun dari total nilai proyek Rp 5,9 triliun.
"Bersama sejumlah pihak lain, MN diduga memperkaya sejumlah korporasi yang terkait pelaksanaan proyek e-KTP," kata dia.
Markus Nari sebelumnya telah menjadi tersangka dengan tuduhan mengancam Miryam S Haryani. Dia diduga mengintimidasi Miryam untuk bersaksi dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Untuk itu dia dikenakan pasal 21 UU Tipikor karena dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak proses pemeriksaan di sidang pengadilan.