KATADATA ? ?Sekarang saya bisa kantongin Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu per hari,? kata Maradona Saragih salah seorang tukang ojek yang sejak tiga bulan terakhir bergabung dengan Go-Jek. ?Itu pendapatan bersih. Sebelumnya dengan sistem pangkalan, saya cuma dapat Rp 150 ribu sehari.?
Go-Jek merupakan perusahaan berbasis teknologi informasi yang memberikan layanan pemesanan transportasi ojek melalui aplikasi di smartphone. Didirikan oleh Nadiem Makarim pada Agustus 2010, membuat Go-Jek sebagai pelopor revolusi transportasi ojek.
Tukang ojek yang hanya beroperasi di pangkalan menunggu calon pelanggan, diajak bermitra untuk lebih aktif mencari pelanggan. Bukan cuma antar penumpang, pengemudi Go-Jek juga bersedia melakukan pengiriman barang, pesan-antar makanan, serta berbelanja.
Berbekal smartphone yang dicicil selama setahun, tukang ojek bisa lebih pasti mendapatkan calon pelanggan. Ini karena dengan sistem teknologi location-based, Go-Jek akan mencarikan pengemudi yang paling dekat dengan posisi calon pelanggan.
?Makanya saya tidak bisa lepas dari handphone. Kalau ada panggilan, tinggal accept kalau mau,? kata salah seorang pengemudi Go-Jek. Dengan berbekal telepon pintar ini, dia mengaku, kerjanya menjadi lebih santai karena tidak terburu-buru pergi ke pangkalan.
?Saya bisa memulai hari sambil duduk minum kopi saja di rumah. Sambil lihat handphone,? katanya sambil tertawa. (Baca: Teknologi Informasi yang Mengubah Bisnis Ojek)
Selain lebih leluasa, kata Maradona, sistem yang ditawarkan Go-Jek juga menguntungkan. Dengan sistem bagi hasil 80:20, yakni 80 persen penghasilan diperoleh pengemudi dan 20 persen untuk Go-Jek, pengemudi pun tidak dirugikan. Jadi semakin aktif untuk berkeliling, pengemudi akan lebih berpeluang untuk mendapatkan pelanggan. Makanya, pendapatan pengemudi Go-Jek pun meningkat. ?Bahkan ada yang sebulan bisa mendapat Rp 16 juta,? kata Maradona.
Nasib Wakidi tak semujur Maradona. Pria berusia 41 tahun ini mengaku setiap hari minimal mengantongi duit Rp 300 ribu setelah bergabung dengan Go-Jek sejak lima bulan lalu. Jadi, kalau dihitung dalam sebulan, dia memperoleh pendapatan sekitar Rp 9 juta. "Kalau saya narik malam hari juga, pendapatannya bisa lebih besar lagi," kata Wakidi, yang bertempat tinggal di daerah Tomang, Jakarta Barat.
Iming-iming pendapatan sebesar itu pula yang membuat tukang ojek pangkalan cemburu. Maradona memberitahu, tidak sedikit pengemudi Go-Jek yang menjadi sasaran kekerasan apabila menjemput pelanggan di wilayah-wilayah tertentu.
?Saya sampai hafal lokasi (rawan) di mana saja, mulai dari Kalibata City, Stasiun Manggarai, Kampus UI Depok, Saharjo. Bahkan di Kalibata itu sudah ada enam driver Go-jek dipukuli,? ujarnya.
Salah seorang tukang ojek yang mangkal di kawasan Apartemen Kalibata City mengakui, beberapa kali pernah menegur pengemudi Go-Jek yang melintas di kawasan itu. Namun, tukang ojek yang tak mau menyebutkan namanya itu, mengaku tidak pernah terjadi pemukulan terhadap pengemudi Go-Jek.
Tukang ojek itu juga mengaku pernah diajak untuk bergabung menjadi mitra Go-Jek, namun dirinya menolak lantaran dirinya cukup puas dengan jumlah pelanggan dan penghasilan hariannya yang berkisar antara Rp 150 ribu sampai Rp 200 ribu per hari.
?Lagian dia (Go-jek) kan ujung-ujungnya ambil duit si tukang ojeknya,? ujarnya merujuk pada sistem bagi hasil Go-jek.
Lepas dari persoalan ini, bagi pelanggan model bisnis yang ditawarkan Go-Jek telah memberikan keuntungan bagi tiga pihak yakni tukang ojek, perantara, dan pelanggan. Feby, seorang pegawai swasta, mengatakan aplikasi Go-Jek membuat mobilitasnya menjadi lebih cepat dan relatif lebih murah ketimbang menggunakan ojek pangkalan.
?Dari Senayan hingga jalan Abdul Muis, saya bisa cuma bayar Rp 28 ribu, kalau ojek pangkalan pasti nembak minimal Rp 40 ribu. Cepat pula datangnya,? kata pria yang telah beberapa kali menggunakan layanan Go-Jek kepada Katadata.