Memahami Piutang Tak Tertagih, Definisi, Kriteria, dan Penghapusannya

Image title
29 Juli 2022, 09:00
bisnis, piutang, piutang tak tertagih
Pexels/Nataliya Vaitkevich
Ilustrasi, pencatatan akuntansi.

Dalam suatu bisnis, baik yang berbentuk perorangan persekutuan, maupun perseroan, keberadaan arus kas tergolong sangat penting. Arus kas bisa dikatakan merupakan sumber kehidupan bisnis.

Jika ada gangguan pada arus kas, maka bisa membahayakan kelangsungan hidup atau kesuksesan bisnis. Salah satu hal yang memengaruhi arus kas bisnis adalah piutang tak tertagih.

Pengertian piutang berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terdiri dari dua. Pertama, uang yang dipinjamkan, yang dapat ditagih dari seseorang. Kedua, tagihan uang perusahaan kepada para pelanggan yang diharapkan akan dilunasi dalam waktu paling lama satu tahun sejak tanggal keluarnya tagihan.

Dalam istilah akuntansi, piutang kerap disebut dengan account receiveable (AR), yang dapat diterjemahkan sebagai salah satu jenis dari transaksi akuntansi yang dimaknai sebagai penagihan kepada konsumen yang telah berutang.

Jadi, bisa disimpulkan bahwa piutang adalah hak suatu pihak yang masih ada di tangan pihak lain. Hak yang dimaksud ini, bisa dalam bentuk uang atau penjualan yang belum dibayar lunas.

Definisi Piutang Tak Tertagih

Piutang tak tertagih dapat terjadi jika pihak yang berutang tidak bisa ditagih. Piutang tersebut tidak menjadi berharga, karena pihak yang memberi utang atau masih memiliki piutang harus menghapusnya.

Misalnya, jika pelanggan membeli sebuah produk seharga Rp 500.000 menggunakan kredit toko dan menerima produk di muka. Saat toko menagih ke pelanggan berulang kali dan tidak membuahkan hasil, maka inilah yang dinamakan piutang tak tertagih alias kredit macet.

Kredit macet bisa terjadi oleh beberapa alasan, misalnya pelanggan tidak memiliki uang untuk membayar, atau tidak puas terhadap layanan/produk tertentu, sehingga menolak membayar.

Terlepas dari semua alasan yang mengakibatkan piutang tidak dapat ditagih, banyaknya kredit macet berisiko mengganggu jalannya suatu bisnis. Bahkan, bisa melumpuhkan, jika terjadi pada bisnis skala kecil.

Kriteria Piutang Tak Tertagih

Mengutip nesto.id, ada tiga kriteria sebuah piutang masuk dalam klasifikasi tidak dapat ditagihkan. Kriteria yang dimaksud, antara lain telah memiliki usia tertentu, penagihan sudah dilakukan melewati batas, dan pelanggan gagal bayar karena kondisi tertentu.

1. Piutang Memiliki Usia Tertentu

Setiap badan usaha biasanya memiliki aturan, serta kebijakan tentang jangka waktu piutang. Jika pelanggan belum membayar utang hingga jatuh tempo yang ditetapkan, maka perusahaan biasanya akan memberikan rentang waktu tambahan supaya pelanggan dapat membayarnya hingga lunas.

Namun, rentang waktu yang ditambahkan ini memiliki batas. Jika sampai batas perpanjangan pembayaran pelanggan tidak juga membayar, maka dapat digolongkan sebagai piutang tidak tertagih.

2. Penagihan Dilakukan Melewati Batas

Kredit macet dapat muncul, apabila perusahaan sudah berupaya menagih, dan mengingatkan berulang kali, namun tidak ada iktikad baik dari pelanggan untuk membayar.

Jika perusahaan sudah melakukan segala cara untuk menagih, namun pelanggan tidak membayar. Maka, perusahaan dapat memasukkan piutang tersebut ke dalam akun piutang tidak tertagih.

3. Gagal Bayar karena Kejadian Tertentu

Kredit macet juga bisa terjadi karena kondisi tertentu. Misalnya, adanya bencana alam menyebabkan pelanggan tak mampu menjalankan kewajibannya, termasuk membayar utang.

Jika ini yang terjadi, maka perusahaan bisa memberikan keringanan mengangsur atau cara-cara lain untuk melunasi kewajiban. Jika semua opsi sudah ditempuh, namun pelanggan masih tidak mampu membayar, maka piutang tersebut bisa dimasukkan ke dalam piutang tak tertagih.

Metode Penghapusan Piutang Tak Tertagih

Ada dua metode yang bisa dilakukan untuk menghapus piutang tak tertagih. Penggunaan dua metode ini didasarkan atas nilai piutang tak tertagih, apakah material untuk perusahaan atau tidak.

1. Direct Write-Off

Metode direct write-off melibatkan penghapusan secara langsung ke akun piutang. Dengan metode direct write-off atau metode penghapusan langsung, beban piutang tidak tertagih menjadi kerugian langsung, sehingga dapat menurunkan laba bersih.

Misalnya, pada suatu periode akuntansi, perusahaan mengalami peningkatan yang cukup besar pada akun piutang. Kemudian, pada periode selanjutnya, banyak pelanggan yang gagal bayar, sehingga menyebabkan perusahaan mengalami penurunan laba bersih.

Karena mampu mengaruhi kinerja laba perusahaan, maka metode direct write-off biasanya hanya digunakan jika nilai piutang jumlahnya kecil dan tidak material.

2. Metode Allowance

Untuk jumlah piutang yang tergolong besar dan material, biasanya menggunakan metode allowance atau metode penyisihan utang dibandingkan dengan metode penghapusan langsung atau metode write-off. Sebab, metode allowance ini melibatkan akun aset kontra yang bertentangan dengan piutang.

Akun aset kontra, adalah akun yang saldonya berlawanan dengan piutang dan tercatat di neraca. Akun kontra tergolong penting, karena akun ini tidak berpengaruh pada akun laporan keuangan laba rugi perusahaan.

Dengan menggunakan metode ini, beban piutang tidak menjadi kerugian langsung yang bisa berlawanan dengan pendapatan. Secara umum, ada tiga komponen utama dari metode allowance ini, yakni antara lain:

  • Catatan entri jurnal dengan melakukan penyisihan kredit untuk piutang tidak tertagih dan debet beban utang buruk.
  • Perkiraan jumlah piutang tidak tertagih.
  • Pengkreditan akun piutang yang sesuai, dan debet penyisihan piutang ragu-ragu.

Cara Mencegah Piutang Tak Tertagih

Karena keberadaan piutang tak tertagih bisa menggangu arus kas suatu bisnis, maka perusahaan harus mencegah timbulnya kredit macet. Ada tiga cara yang bisa dilakukan, yakni menetapkan limit kredit dan jatuh tempo, mengenakan denda keterlambatan, serta selalu melakukan follow-up.

1. Menetapkan Limit Kredit dan Kebijakan Jatuh Tempo

Limit kredit merupakan batas nominal kredit yang bisa diberikan kepada pelanggan. Sementara, jatuh tempo adalah batasan waktu yang diberikan kepada pelanggan untuk melunasi pembayaran, jika transaksi dilakukan secara kredit. Umumnya, jatuh tempo yang diberikan adalah 30 hari.

Jika pelanggan tidak mematuhi kebijakan jatuh tempo dan limit kredit, maka perusahaan bisa membuat aturan menerima penjualan secara tunai untuk transaksi berikutnya.

2. Mengenakan Denda Keterlambatan

Denda keterlambatan diberikan apabila pelanggan tidak mematuhi jatuh tempo pembayaran yang telah ditetapkan. Dengan pengenaan denda, pelanggan akan berpikir dua kali jika melakukan pembayaran secara kredit.

Keberadaan denda juga bisa diinformasikan, meski pelanggan belum atau tidak pernah telat membayar kewajibannya. Sebab, denda bisa menjadi bahan pertimbangan jika pelanggan sampai telat membayar utang. Semakin terlambat membayar utang, maka semakin banyak pula dendanya.

3. Selalu Melakukan Follow Up

Ada satu kemungkinan, yang meski kecil tetap bisa terjadi, yakni pelanggan lupa untuk membayar utang. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk selalu melakukan follow up, dengan mengingatkan pelanggan terkait adanya utang. Follow up bisa dilakukan dengan menelepon atau mengirimkan surat elektronik atau electronic mail (e-mail).

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...