Kasus Covid-19 Tambah 7.203 Orang, Tingkat Positif RI Cetak Rekor 29%
Pemerintah mencatat kasus Covid-19 pada Sabtu (2/1) bertambah 7.203 orang menjadi 758.473. Angka positivity rate mencapai 29,55%, kembali menembus rekor setelah hari sebelumnya mencapai 29,4%.
Positivity rate adalah perbandingan antara jumlah orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 dengan jumlah orang yang dites. Berdasarkan data Satgas Covid-19, jumlah orang yang dites hanya bertambah 24.379 menjadi 4,96 juta orang, sedangkan spesimen yang dites bertambah 33.530 menjadi 7,43 juta spesimen.
Jumlah pengetesan harian lebih sedikit dibandingkan kemarin sebanyak 40.785 spesimen dan 27.401 orang. Angka positivity rate Indonesia saat ini berada jauh di atas standar yang ditetapkan oleh WHO yakni 5%.
Indonesia saat ini menempati posisi ke-20 dengan jumlah kasus terbanyak di dunia. Amerika Serikat menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak telah menembus 20 juta, disusul India yang menembus 10 juta kasus dan Brazil 7,7 juta kasus. Berdasarkan data Worldometers.info, tingkat pengetesan Indonesia per 1 juta penduduk merupakan yang terendah, yakni hanya 27.019.
Hingga kini, total masih terdapat 110.400 kasus aktif. Jumlah pasien sembuh bertambah 7.582 orang, sedangkan korban meninggal dunia bertambah 226 orang menjadi 22.555 orang.
Kasus Covid-19 paling banyak berasal dari wilayah Jakarta mencapai 185.691 orang atau 24,7% total kasus nasional. Namun, sebanyak 166.425 orang di Ibu Kota berhasil sembuh dan 3.290 orang meninggal dunia sehingga tersisa 15.976 kasus aktif.
Kasus aktif terbanyak saat ini berada di wilayah Jawa tengah mencapai 24.274 orang dari total kasus sebanyak 82.613. Sebanyak 54.974 orang telah sembuh dan 3.365 orang meninggal dunia.
Jawa Barat dan Jawa Timur menyusul dengan jumlah kasus masing-masing 11,3% dari total kasus atau mencapai 85.083 kasus dan 85.039 kasus. Masih ada 11.910 kasus aktif di Jawa Barat dan 6.201 kasus aktif di Jawa Timur.
Epidemiolog Universitas Griffith Dicky Budiman mengingatkan kondisi Indonesia saat ini hingga enam bulan ke depan memasuki masa kritis. Ini lantaran semua indikator, termasuk angka kematian semakin meningkat.
"Respon pemerintah terhadap angka pengetesan yang kurang, langkah isolasi, dan implementasi 5M oleh masyarakat dalam 3 bulan pertama ini akan menentukan arah dan pola pandemi di Indonesia. Pemahaman yang keliru jika masyarakat mengira dengan adanya vaksin, semua akan selesai," ujarnya dalam pesan singkat yang diberikan kepada Katadata.co.id.
Dicky menjelaskan, vaksin bukanlah solusi ajaib tetapi hanya salah satu cara untuk membangun kekebalan individual dan perlindungan masyarakat. Ia memgingatkan tidak ada vaksin yang sempurna memberi perlindungan.
"Sebagian kecil penerima vaksin masih memungkinkan untuk tertular Covid-19 hanya saja diharapkan dampaknya tidak terlalu parah. Sejauh ini, tidak ada pandemi yang selesai dengan vaksin," ujarnya.
Ia mencontohkan penyakit cacar yang hingga kini masiha da meski sudah ada vaksin, sedangkan polio baru selesai dalam 50 tahun. "Covid-19 pun sama, bukan berarti setelah disuntikan langsung hilang. Akan perlu bertahun-tahun untuk mencapai herd immunity," katanya.
Selain itu, penyuntikkan vaksin terhadap seluruh masyarakat dilakukan secara bertahap. Keberhasilan vaksinasi juga lebih mudah tercapai jika kondisi kurva kasus sudah melandai.
"Fakta yang terjadi di Indonesia kurvanya masih terus naik, dikhawatirkan menjadi tidak efektif atau butuh waktu lebih lama untuk menciptakan herd immunity," ujarnya.