Tren Bunga Simpanan Turun, Kelas Menengah Atas Berlomba Pindahkan Dana
Bank Indonesia mencatat suku bunga simpanan mulai turun seiring pemangkasan bunga acuan Bank Indonesia. Masyarakat kelompok menengah atas pun berlomba-lomba memindahkan dana ke instrumen investasi.
Suku bunga acuan BI saat ini berada di level 3,75%, terendah sepanjang sejarah. Sementara itu, rata-rata suku bunga pasar uang antar-bank overnight saat ini berkisar 3,04%, sedangkan suku bunga deposito tenor satu bulan turun 181 bps ke level 4,27% pada Desember 2020 dalam setahun terakhir.
Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Juda Agung mengatakan, rendahnya suku bunga simpanan perbankan mendorong rumah tangga kelas menengah atas mencari instrumen lain dengan imbal hasil alias return yang tinggi. "Ini terlihat mereka mulai berinvestasi saham, emas, pasar modal, obligasi, dan lainnya," ujar Juda dalam media briefing virtual, Senin (22/2).
Penjualan emas Antam tercatat melonjak 147,23% pada kuartal ketiga 2020 jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Di sisi lain, jumlah investor di pasar modal naik 55,85% selama tahun lalu.
Berdasarkan bahan paparannya, return instrumen investasi pada kuartal keempat 2020 memang cukup tinggi. Emas mencatatkan imbal hasil tertinggi yakni 27,54%, disusul saham LQ45 sebesar 23%, nilai aktiva bersih reksa dana 12%, dan ORI 019 5,79%. Kemudian, ORI 018 sebesar 5,7%, reksadana 5,57%, deposito tiga bulan 4,38%, serta properti 1,56%.
Mayoritas instrumen investasi yang diminati investor baru antara lain reksadana, obligasi, dan saham. Minat masyarakat terhadap surat berharga negara (SBN) didorong oleh kemampuan obligasi negara untuk diperjualbelikan serta adanya peningkatan harga di pasar sekunder.
Pangsa kepemilikan saham investor ritel juga terus naik didorong kelompok rumah tangga menengah atas dengan nominal di atas Rp 10 juta dengan pangsa 82,4%. Hal tersebut seiring dengan penurunan suku bunga deposito.
Menurut Juda, perpindahan dana dari simpanan tak hanya terlihat pada kelas menengah ke atas. "Tabungan di bawah Rp 100 juta juga mencari outlet penempatan dengan return tinggi," kata dia.
Tak hanya di instrumen keuangan, masyarakat pun mulai memilih berinvestasi di sektor properti. Hal tersebut terlihat dari pertumbuhan penjualan dengan harga Rp 1,5-4 miliar yang bukan dijadikan sebagai rumah tinggal.
Juda menyebutkan, hal tersebut terlihat dari rasio kartu keluarga (KK) dengan sertifikat rumah sekitar 42%. "Ini artinya satu KK sudah dipakai untuk berbagai sertifikat," ujarnya.
Preferensi masyarakat untuk membeli rumah di masa pandemi cukup tinggi yakni mencapai 60%. Bahkan, minat investasi properti meningkat pada tahun 2021. Berdasarkan survei rumah.com, 21% responden membeli properti dengan tujuan investasi, meningkat dari 18% pada tahun lalu.
Ekonom Senior Center of Reform on Economics Yusuf Rendy berpendapat bahwa dengan penurunan suku bunga kebijakan, masyarakat akan cenderung untuk kembali mengalihkan simpanannya ke instrumen investasi. "Instrumen investasi menawarkan imbal hasil yang relatif lebih menguntungkan. Salah satunya ke instrumen obligasi pemerintah," ujar Yusuf kepada Katadata.co.id.
Dia menambahkan, imbal hasil yang ditawarkan obligasi ini cenderung lebih tinggi dibandingkan deposito. Di saat yang sama, pemerintah juga gencar menerbitkan obligasi ritel yang bisa didapatkan dengan mudah.
Kendati demikian, sambung Yusuf, masyarakat juga masih akan mengandalkan tabungan sebagai dana siap pakai dalam kondisi saat ini. "Terutama untuk mengantisipasi jika kondisi ekonomi tidak berjalan seperti yang diharapkan," kata dia.