BI Segera Luncurkan Fast Payment, Transfer Online Bisa Lebih Murah
Bank Indonesia akan meluncurkan BI Fast Payment untuk melayani pembayaran retail secara real time yang beroperasi 24 jam 7 hari pada tahun ini, menggantikan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Dengan demikian, nasabah perbankan dapat melakukan transfer antarbank secara real time dengan biaya lebih murah dari yang tersedia saat ini.
"Kami optimistis fast payment akan mempercepat penyelesaian transaksi di bidang digital," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam pembukaan Festival Ekonomi dan Keuangan Digital Indonesia serta Peluncuran Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah, Senin (5/4).
Saat ini, transfer antarbank secara real time hanya diselenggarakan oleh perusahaan jaringan switching, seperti PT Artajasa Pembayaran Elektronis (ATM Bersama), Prima, dan Alto. Transfer online ini biasanya mengenakan biaya Rp 6.500. Dana yang diransfer menggunakan metode ini bisa langsung sampai ke rekening penerima saat itu juga karena perusahaan switching memfasilitasi transaksi selama 24 jam dalam 7 hari.
Sementara dalam sistem kliring BI yang berjalan saat ini, penyelesaian transaksi masing-masing di bank pengirim dan penerima dilakukan maksimal 1 jam. Biaya yang dapat dikenakan bank untuk transfer menggunakan sistem kliring ditetapkan Rp 3.500.
Perry berkomitmen untuk mendukung seluruh upaya bersama dalam akselerasi digitalisasi ekonomi dan keuangan. Pihaknya bersama industri perbankan dan asosiasi pun saat ini sedang mendorong digitalisasi perbankan.
Digitalisasi tersebut mencakup bagaimana digitalisasi perbankan bisa tersambungkan kepada marketplace dengan standarisasi open API. "Tahun ini kami komitmen standar open API untuk 54 jenis pelayanan," ujar dia.
Menurut ia, sinergi kuat dalam akselerasi digitalisasi ekonomi dan keuangan di Indonesia bisa memperkuat perkembangan ekonomi digital tahun ini. Bank sentral memproyeksikan transaksi perbankan digital bisa naik 19% dari Rp 27 ribu triliun pada 2020 menjadi Rp 32.200 triliun tahun ini.
Transaksi e-commerce diperkirakan naik 33% dari Rp 253 triliun menjadi Rp 337 triliun. Transaksi uang elektronik juga diramal meningkat 32% dari Rp 201 triliun menjadi Rp 266 triliun.
Selain itu, Perry menekankan bahwa elektronifikasi bantuan sosial akan terus didorong. "Ini tentu perlu didorong langkah reformasi regulasi," katanya.
Sementara untuk sistem pembayaran, transaksi QRIS ditargetkan bisa mencapai 12 juta pada tahun ini. Pengguna QRIS telah mencapai 6,5 juta pada tahun lalu.
Hasil survei Inventure Indonesia bersama Alvara Research Center menunjukkan, pandemi virus corona membuat penetrasi digital semakin masif di sektor perbankan. Layanan perbankan digital, seperti internet/mobile banking dan e-wallet pun menjadi lebih sering digunakan oleh konsumen.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menilai, transformasi digital pada sektor jasa keuangan akan membawa perubahan signifikan bagi perbankan, rerutama dalam memperluas akses keuangan bagi masyarakat.
“Transformasi digital sektor jasa keuangan akan menjadi game changer mengingat akses kredit, pembiayaan, akan semakin mudah dan terjangkau dari berbagai lokasi,” ujar Wimboh dalam sesi acara Katadata Indonesia Data and Economic Conference (IDE) 2021 bertajuk “The Digital Banking Revolution”, Rabu (24/2).
Wimboh menambahkan, berbagai servis perbankan yang tidak hanya terbatas pada kredit dan pembiayaan, bisa dilakukan dengan platform digital. Termasuk, mempermudah dan mempercepat proses persyaratan administrasi dan dokumentasi. “Bisa kita lakukan tanpa batasan waktu dan ruang,” katanya.
Hal tersebut akan menjadi bagian penting dalam perkembangan industri digital di Tanah Air. Seiring dengan pergeseran gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat yang semakin erat dalam penggunaan teknologi. Termasuk, ekspektasi terhadap produk dan layanan jasa keuangan.
“Kami mendorong sektor jasa keuangan untuk melakukan transformasi digital baik dari proses bisnis, saluran distribusi, sampai dengan struktur kelembagaannya. Tentunya diiringi dengan implementasi manajemen risiko yang memadai,” ujar Wimboh.
18,9%. "Bisnis digital banking meningkat sangat tinggi. Digitalisasi perlu dijawab dengan transformasi, bagaimana bisnis perbankan bertransformasi," kata Perry dalam diskusi virtual, Selasa (29/9).