BI Sudah Serap Likuiditas Bank Rp 55 T Lewat Kenaikan GWM
Bank Indonesia (BI) melaporkan sudah menyerap likuiditas bank sebesar Rp 55 triliun sejak awal bulan ini melalui kebijakan kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM). Meski demikian, BI memastikan pengurangan likuiditas ini tak mengurangi kemampuan perbankan menyalurkan kredit.
"Penyesuaian secara bertahap GWM rupiah tahap I dan pemberian insentif GWM sejak 1 Maret 2022 menyerap likuiditas perbankan sekitar Rp 55 triliun secara neto," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur BI bulan Maret (17/3).
Perry mengatakan, kenaikan GWM akan menurunkan likuiditas perbankan Rp 156 triliun secara neto hingga akhir tahun ini. Ini berasal dari adanya pengurangan likuiditas perbankan sebesar Rp 193 triliun, tetapi pada saat yang sama ada penurunan setoran GWM sebesar Rp 37 triliun. Penurunan setoran GWM tersebut karena BI memberikan insentif penurunan GWM bagi perbankan yang menyalurkan pembiayaan kepada 38 sektor usaha prioritas yang sudah ditentukan.
"Kenaikan GWM itu berlangsung secara bertahap dan tidak akan mengurangi kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit kepada dunia usaha maupun partisipasi perbankan untuk pembiayaan di Surat Berharga Negara (SBN)," kata Perry.
Di tengah kenaikan GWM, Perry memperkirakan kredit perbankan masih terus meningkat dengan pertumbuhan mencapai 6%-8% pada tahun ini. Perminataan kredit akan meningkat di tengah kondisi korporasi yang terus membaik. Di sisi penawaran, risk appetite perbankan untuk menyalurkan kredit juga meningkat.
Selain itu, rasio alat likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) akan turun menjadi 31,5% pada akhir tahun, lebih rendah dari saat ini 32,72% dengan penyerapan likuiditas lewat kenaikan GWM. Namun demikan, rasio AL/DPK di akhir tahun tersebut masih akan lebih tinggi dibandingkan level tertinggi sebelum pandemi sebesar 21%.
BI telah menerbitkan Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) No 24/ 3 /PADG/2022 yang mengatur kenaikan pemenuhan GWM hingga tiga kali tahun ini. Penyesuaian secara bertahap GWM rupiah untuk BUK yang sebelumnya pemenuhan secara rata-rata 3% dan secara harian 0,5% , berubah menjadi:
- Naik 1,5% menjadi 5% dengan pemenuhan seluruhnya secara rata-rata. Bank yang memenuhi kewajiban GWM tersebut akan mendapatkan remunerasi sebesar 1,5% terhadap pemenuhan GWM, dengan bagian yang diperhitungkan untuk mendapatkan remunerasi sebesar 4% dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Ketentuan ini berlaku 1 Maret-31 Mei 2022
- Naik 1% menjadi 6% dengan pemenuhan seluruhnya secara rata-rata. Bank yang memenuhi kewajiban GWM tersebut akan mendapatkan remunerasi sebesar 1,5% terhadap pemenuhan GWM, dengan bagian yang diperhitungkan untuk mendapatkan remunerasi sebesar 5,0% dari DPK. Ini berlaku 1 Juni-31 Agustus 2022
- Naik 0,5% menjadi 6,5% dengan pemenuhan seluruhnya secara rata-rata. Bank yang memenuhi kewajiban GWM tersebut akan mendapatkan remunerasi sebesar 1,5% terhadap pemenuhan GWM, dengan bagian yang diperhitungkan untuk mendapatkan remunerasi sebesar 5,5% dari DPK. Ini berlaku mulai 1 September.
BI juga menaikkan GWM untuk BUS dan UUS yang saat ini 3% dengan pemenuhan secara rata-rata dan 0,5% secara harian menjadi sebagai berikut,
- Naik 0,5% menjadi 4,0% dengan pemenuhan seluruhnya secara rata-rata. Bank yang memenuhi kewajiban GWM tersebut akan mendapatkan pemberian (‘athaya) sebesar 1,5% terhadap pemenuhan GWM, dengan bagian yang diperhitungkan untuk mendapatkan pemberian (‘athaya) sebesar 3% dari DPK
- Naik 0,5% menjadi 4,5% dengan pemenuhan seluruhnya secara rata-rata. Bank yang memenuhi kewajiban GWM tersebut akan mendapatkan pemberian (‘athaya) sebesar 1,5% terhadap pemenuhan GWM, dengan bagian yang diperhitungkan untuk mendapatkan pemberian (‘athaya) sebesar 3,5% dari DPK
- Naik 0,5%, sehingga menjadi 5% dengan pemenuhan seluruhnya secara rata-rata. Bank yang memenuhi kewajiban GWM tersebut akan mendapatkan pemberian (‘athaya) sebesar 1,5% terhadap pemenuhan GWM, dengan bagian yang diperhitungkan untuk mendapatkan pemberian (‘athaya) sebesar 4% dari DPK.