Jusuf Hamka Bertaruh Rp 100 M Jika Terbukti Salah dan Punya Utang BLBI
Kementerian Keuangan menyebut negara masih memiliki tagihan ke tiga perusahaan yang terafiliasi Grup Citra hingga ratusan miliar rupiah saat merespons tagihan utang negara oleh pengusaha Jusuf Hamka. Jusuf Hamka membantah perusahaan miliknya, PT Citra Marga Nusaphala memiliki utang ke negara. Ia bahkan berani bertaruh Rp 100 miliar jika terbukti salah.
"Kalau memang CMNP atau Jusuf Hamka terlibat BLBI saya kasih angpao Rp 100 miliar. Coba aja cek di catatan obligor, ada nggak nama Jusuf Hamka atau CMNP?," ujar Jusuf Hamka saat dihubungi Katadata.co.id, Senin (12/6).
Jusuf Hamka menegaskan, CMNP tidak lagi dimiliki atau terafiliasi Siti Hardijanti Rukmana alias Tutut Soeharto sejak 1997. Hal ini, menurut dia, juga sudah dibuktikan di pengadilan. Ia pun menyesalkan pernyataan Kementerian Keuangan yang dianggap mencari dalih saat dirinya menagih utang negara yang sudah bertahun-tahun tak dibayar.
Bagaimana sebenarnya awal mula utang negara ke Jusuf Hamka?
Utang negara kepada Jusuf Hamka bermula dari kepemilikan deposito CMNP di Bank Yakin Makmur atau Bank Yama sebesar Rp 78 miliar. Bank ini gagal saat Krisis Moneter 1998, tetapi mendapat dana talangan dari pemerintah melalui Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dapat digunakan untuk mengembalikan dana nasabah.
Namun, deposito CMNP saat itu tak dibayarkan karena pemerintah menganggap ada afilisasi antara perusahaan dengan Bank Yama. Juru Bicara Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan, deposito CMNP di Bank Yama saat itu tidak mendapatkan penjaminan pemerintah karena pemilik CMNP dan Bank Yama adalah orang yang sama, yakni Siti Hardianti Rukmana atau Tutut Soeharto. Lantaran afiliasi tersebut, maka permohonan pengembalian dana ditolak oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Jusuf Hamka yang tak terima dengan keputusan tersebut lantas menggugat pemerintah ke pengadilan pada 2012. Hasilnya, CMNP menang dalam gugatan tersebut dan pemerintah harus membayarkan deposito milik CMNP beserta bunganya sebesar 2% per bulan.
Menurut Jusuf Hamka, pemerintah terus mangkir dari kewajibannya. Padahal, ia dan Kemenkeu di era Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro telah meneken kesepakatan pada 2015 terkait urusan utang tersebut. Jusuf Hamka dan Kemenkeu saat itu sepakat memberikan diskon tagihan utang negara yang seharusnya mencapai Rp 400 miliar menjadi Rp 179 miliar.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD sebenarnya telah mempersilakan Jusuf Hamka menagih utang pemerintah terhadap perusahaannya secara langsung ke Kementerian Keuangan atau Kemenkeu. Ia bahkan menyatakan siap membantu.
"Silakan Pak Jusuf Hamka langsung ke Kementerian Keuangan. Nanti kalau perlu bantuan teknis, saya bisa bantu, misalnya dengan memo atau surat-surat yang diperlukan," kata Mahfud, dikutip dari Antara, Minggu (11/6).
Menurut Mahfud, ia telah mendapat tugas dari Presiden Joko Widodo untuk mengkoordinasi pembayaran utang pemerintah terhadap pihak swasta atau rakyat. Perintah ini, disampaikan secara resmi oleh Presiden dalam rapat internal pada 23 Mei 2022.
Namun demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan masih perlu mempelajari secara hati-hati tagihan utang negara oleh Jusuf Hamka. Menurut dia, tagihan utang itu merupakan bagian dari persoalan masa lalu terkait penyelamatan bank pada era krisis moneter 1998. Ia justru menyoroti aset-aset Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang hingga kini belum sepenuhnya kembali ke negara.