Jejak ERP di Empat Gubernur Jakarta

Arief Kamaludin|Katadata
Penulis: Heri Susanto
8/2/2017, 02.30 WIB

JALAN berbayar atau yang dikenal dengan sebutan ERP (Eletronic Road Pricing) bukanlah ide baru. Rencana kebijakan yang tengah menuai sorotan tajam ini sudah lama diusung oleh beberapa Gubernur DKI Jakarta, hingga yang terakhir di bawah kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama.

Ide jalan berbayar ini sejatinya mulai muncul pada 2006, saat Gubernur DKI Jakarta dijabat oleh Sutiyoso. Kala itu, mantan Panglima Kodam Jaya ini ingin memberlakukan sistem pembayaran secara elektronik kepada para pemilik mobil pribadi yang melintas di jalur Blok M-Kota.

 
 ERP Kuningan, Jakarta. Arief Kamaludin|Katadata
 

Pertimbangannya, kebijakan “3-in-1” yang sudah diberlakukan dianggap tidak efektif untuk mengurai kemacetan. Namun, hingga masa jabatannya berakhir pada 2007, rencana itu batal terwujud. Musababnya, harus menunggu tujuh koridor busway beroperasi secara efektif terlebih dulu.

Dalam proses persiapan inilah, Fauzi kemudian mendapatkan penawaran teknologi dari sejumlah negara. Salah satunya berasal dari Q-Free asal Norwegia, yang berpengalaman menjalankan sistem ERP di Stockholm, Swedia. Di kota itu, penerapan ERP mampu menurunkan waktu tempuh 30 persen dan polusi 20 persen.Ketika kepemimpinan DKI Jakarta beralih ke tangan Fauzi Bowo pada 2007, usulan yang sama kembali mengemuka. Foke—panggilan populer Fauzi—ingin memberlakukan sistem jalan berbayar ini paling cepat pada 2010. Harapannya, di tahun itu 10 koridor busway sudah selesai dibangun. Desain teknik dari konsultan dan perangkat dasar hukum ERP pun diharapkan sudah siap.

Kronologi (Katadata)
 

Dari sisi teknologi, menurut Fauzi seperti ditulis detik.com (2 September 2010), ada dua alternatif sistem ERP yang bisa diterapkan. Pertama, menggunakan teknologi satelit atau Global Positioning System (GPS) yang merupakan generasi tercanggih. Kedua, menggunakan sistem berbasis frekuensi radio, seperti Dedicated Short Range Communication (DSRC) dengan memasang pintu gerbang (gantry) yang sudah diterapkan di Singapura.

Dalam penerapan teknologi ERP, sesungguhnya ada tiga kategori teknologi yang bisa diharapkan. Pertama, berbasis frekuensi radio, yaitu DSRC dan Radio Frequency Identification (RFID). RFID menggunakan frekuensi 860 MHz dan 2,45 GHz, sedangkan DSRC menggunakan frekuensi 5,8 – 5,9 GHz. Kedua, berbasis kamera, yaitu Automatic Number Plate Recognition (ANPR) yang merupakan metode pengenalan karakter nomor pelat kendaraan dari video atau gambar yang terekam kamera. Ketiga, berbasis data satelit, yaitu Global Navigation Satellite System (GNSS), yakni teknologi yang memanfaatkan data posisi kendaraan berdasarkan satelit.

Untuk mematangkan konsep yang akan dipilih, Dinas Perhubungan DKI Jakarta mengirimkan tim ke tiga kota di tiga negara yang sudah menerapkan ERP, yakni Singapura, London dan Stockholm. Agar program ini bisa segera diterapkan, Wakil Presiden Boediono pun turun tangan dan mencari solusinya dalam rapat di kantor Wapres pada 2 September 2010.

Wapres juga menugaskan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) yang dipimpin oleh Kuntoro Mangkusubtoro untuk membantu mengatasi masalah kemacetan lalu lintas.

Pemda berharap program ERP bisa mulai diterapkan pada pertengahan 2012. Namun, upaya percepatan itu ternyata hanya sampai membuahkan Peraturan Pemerintah (PP) No 32 Tahun 2011 tentang Manajemen Rekayasa Lalu Lintas, yang terbit pada 21 Juni 2011, termasuk di dalamnya mengatur soal pemberlakuan ERP.

Aturan baru ini tidaklah cukup. Sebab, untuk bisa mengimplementasikan kebijakan ERP, dibutuhkan juga adanya PP yang mengatur soal pajak dan retribusi daerah. Ketiadaan aturan ini, ditambah lagi dengan persoalan infrastruktur yang belum siap, pada akhirnya membuat implementasi kebijakan ERP tak kunjung terealisasi.

Di saat masa tugasnya berakhir pada 2012, Fauzi lantas menyerahkan pekerjaan rumah kebijakan ERP ini kepada pemimpin baru DKI Jakarta. Mereka adalah pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang memenangkan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) pada September 2012. Keduanya mengalahkan pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli.

Begitu memegang tampuk kepemimpinan Pemda DKI, Jokowi berjanji akan segera mengurai problem kemacetan Jakarta. Cara yang akan ditempuh mulai dari memperbanyak angkutan massal, mengatur kendaraan berdasarkan nomor polisi ganjil-genap, biaya parkir tinggi, hingga pemberlakuan sistem ERP.

Suasana kemacetan yang terjadi di Tol Dalam Kota, Jakarta. Hafidz Mubarak A|ANTARA FOTO
Alat On-Board DSRC. U.S. Department of Transportation. 

Kebijakan ERP menjadi prioritas yang dimatangkan oleh Gubernur Jokowi dan Wakil Gubernur Ahok. Dalam proses penyiapannya, Jokowi pernah dikunjungi oleh Menteri Perdagangan dan Industri Norwegia, Trond Giske, pada akhir November 2012. Wagub Ahok pun disambangi oleh perwakilan Kedutaan Swedia pada Maret 2013 dan pebisnis Rusia pada April 2013.

Namun, belum genap dua tahun menjabat sebagai Gubernur DKI, pada Mei 2014 Jokowi harus mengajukan surat cuti kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk berlaga di pemilihan Presiden periode 2014-2019. Komitmen Jokowi untuk mewujudkan program ERP pun berlanjut di tangan Ahok sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI.

Uji Coba dan Tender ERP Dimulai 

Di masa Ahok perkembangan lebih nyata sudah mulai terlihat. Ada beberapa kemajuan yang dicapai, di antaranya uji coba ERP di lapangan, serta penyiapan regulasi hingga proses tender. Uji coba sistem ERP lantas dilaksanakan oleh dua vendor di dua koridor berbeda.

Pertama, di sepanjang jalan Sudiman-Thamrin yang mulai dijalankan pada Juli 2014. Uji coba ini dilakukan oleh perusahaan Swedia, Kapsch, yang bekerjasama dengan BUMD, Alita (Infocomm Network Solution) dan perusahaan lokal PT Toba Sejahtera.

Kedua, uji coba di sepanjang jalan Rasuna Said, Kuningan, mulai akhir September 2014. Masa pengetesan ini dijalankan oleh perusahaan Norwegia, Q-Free, yang bekerjasama dengan IBM Indonesia.

Uji coba tersebut ditujukan untuk memastikan apakah sistem yang ditawarkan oleh vendor bisa berfungsi dengan baik. Misalnya, perangkat On-Board Unit (OBU) yang ada di mobil bisa dideteksi ketika melintasi gerbang sensor. Selain kedua vendor tersebut, sejatinya ada vendor lain yang mengajukan permohonan untuk uji coba kepada Pemda DKI. Mereka mempresentasikan teknologi baru berbasis satelit (GPS) untuk menjalankan sistem ERP pada 2 Juli 2014.

Kekhawatiran Ahok sudah terjawab dengan adanya enam negara di Eropa yang sudah menerapkan teknologi satelit (GNSS) sebagai basis jalan berbayar. 

Namun, Ahok saat itu menyatakan, teknologi tersebut belum teruji di negara lain. “Kalau belum ada, saya tidak bisa terima. Saya tidak ingin Jakarta menjadi kota pertama di dunia yang menerapkan sistem GPS untuk ERP,” kata Ahok seperti ditulis detik.com pada 3 Juli 2014. Pada kesempatan lain, Ahok kembali menekankan ingin menggunakan sistem yang sudah terbukti diterapkan belasan tahun di negara maju.

Padahal, kekhawatiran Ahok sudah terjawab dengan adanya enam negara di Eropa yang sudah menerapkan teknologi satelit (GNSS) sebagai basis jalan berbayar. Keenam negara tersebut adalah Jerman, Slovakia, Hongaria, Belgia, Rusia dan Swiss. Selain persoalan efisiensi, mereka menerapkan teknologi satelit karena menghasilkan penerimaan signifikan. 

Selain uji coba, Pemda DKI mulai menjalankan proses lelang ERP pada 29 Juli 2016. Pengumuman pemenang tender akan ditentukan pada September atau Oktober 2017. Namun, dalam perjalanannya, mekanisme lelang tersebut dipersoalkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Ketua KPPU Syarkawi Rauf menilai tender yang digelar Pemda DKI berpotensi melanggar UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Menurut KPPU, pembatasan penggunaan teknologi yang tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 149 Tahun 2016 tentang Pengendalian Lalu Lintas Jalan Berbayar (ERP) mengandung unsur diskriminasi.

Musababnya, Pergub tersebut hanya membatasi tender pada penggunaan teknologi Dedicated Short Range Communication (DSRC) atau komunikasi jarak jendek dengan frekuensi 5,8 Ghz. Padahal, menurut KPPU, masih terdapat teknologi lain, seperti Radio Frequency Identification (RFID), Global Positioning System (GPS) atau satelit, Automatic Number Plate Recognition (ANPR) atau kamera.

Selain itu, teknologi DSRC mulai ditinggalkan oleh negara-negara yang menerapkan sistem ERP

“Selain itu, teknologi DSRC mulai ditinggalkan oleh negara-negara yang menerapkan sistem ERP,” kata Syarkawi.

Singapura yang mulai menerapkan sistem ERP dengan teknologi DSRC pada 1998, sudah akan beralih ke teknologi satelit pada 2018. Karena itu, KPPU meminta Pemprov DKI menerapkan prinsip persaingan usaha yang sehat dalam proses lelang ERP dengan memberi kesempatan kepada pelaku usaha yang memiliki teknologi lain.