Helmy Yahya memutuskan untuk menempuh jalur hukum terkait pencopotan dirinya dari posisi Direktur Utama TVRI. Chandra Hamzah, mantan komisioner KPK yang menjadi kuasa hukum Helmy menyatakan, masalah di internal TVRI semestinya bisa diselesaikan tanpa pencopotan.
Chandra menjelaskan, pihaknya akan memformulasikan tuntutan sepekan ke depan. Ia pun berjanji akan memaparkan jalur hukum yang akan ditempuh. "Yang jelas kami akan lakukan langkah hukum. Setelah itu nanti kami sampaikan," kata dia pada saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (17/1).
Ia menjelaskan, masalah antara Dewan Pengawas TVRI dengan manajemen TVRI sejatinya tidak diselesaikan dengan memecat Helmy Yahya. Penyelesaian tanpa pemecatan ini sesuai harapan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat. "Sayangnya harapan DPR tidak terjadi. Keluar surat ini (pemberhentian) tanpa ada apa-apa," ujarnya.
(Baca: Dewan Direksi Bela Helmy Yahya, Sebut Pemecatan Janggal)
Helmy Yahya dipecat oleh Dewan Pengawas TVRI melalui surat keputusan Dewas TVRI Nomor 8/Dewas/TVRI/2020, tertanggal 16 Januari 2020. Pemecatan didasari sederet alasan, yaitu tak adanya penjelasan soal pembelian siaran berbayar liga Inggris, pelaksanaan rebranding tak sesuai rencana anggaran, mutasi pejabat struktural yang tak sesuai prosedur, dan penunjukan program “Kuis Siapa Berani” yang dinilai melanggar beberapa asas.
Keputusan itu disambut kekecewaan dan perlawanan dari jajaran dewan direksi dan sejumlah karyawan. Direktur Keuangan TVRI Isnan Rahmanto merespons sederet alasan Dewan Pengawas tersebut, di antaranya terkait pembelian liga Inggris sebagai killer content.
Isnan menjelaskan pihaknya memang tak memiliki anggaran untuk membeli konten tersebut. Konten Liga Inggris dibeli dengan dana yang berasal dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Anggaran pemerintah itu memang disusun satu tahun sebelumnya. Sedangkan program ini muncul pada pertengahan tahun lalu. (Maka itu) Direksi memutuskan ini dibiayai PNBP," kata dia dalam kesempatan yang sama.
Menurut dia, jika keputusan ini jadi alasan pemberhentian Helmy, seharusnya seluruh dewan direksi turut diberhentikan. Sedangkan terkait kepegawaian, ia menjelaskan, TVRI memiliki 4.400 karyawan. Dari jumlah tersebut porsi generasi milenial sangat sedikit. Jadi, setiap tahun ada pensiun penjabat struktural dan harus diisi, dan butuh penyegaran.
Ia juga menanggapi soal tidak adanya harmonisasi antara TVRI dengan Dewan Pengawas. Ia menjelaskan TVRI milik negara dan telah berhasil bertransformasi. Mulai dari peralatan yang digunakan hingga konten yang dibuat, sehingga menarik lebih banyak penonton.