Perum Bulog mengembangkan bisnisnya dengan penyebaran 70 satuan kerja dan 150 tenaga penjualan di daerah-daerah. Namun, langkah efisiensi juga harus dilakukan karena anggaran Bulog untuk gaji pegawai mencapai Rp 2 triliun per tahun.
Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti menyatakan, Perum Bulog tidak mendapatkan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) untuk membayar pegawai. “Kami mesti memilah dan memilih penugasan, ada pengurangan orang, kami mengefisienkan,” kata Djarot di Cirebon, Jawa Barat, Selasa (16/1) malam.
Menurut Djarot, lebih baik Bulog mengurangi tim yang terlalu padat di pusat untuk digeser ke daerah sesuai kompetensi yang dibutuhkan. Pasalnya, Bulog harus menyerap gabah dan beras petani melalui satuan kerja dan menjualnya dengan lebih cepat dan efisien.
Djarot pun menyatakan, Bulog telah memiliki sekitar 5 ribu pegawai. Maka ia memilih untuk melakukan rotasi, ketimbang merekrut karyawan baru. “Kalau saya rekrut baru, belum tahu hasil kerjanya. Sementara saya sudah menambah ongkos,” ujarnya.
(Baca: Bulog Siapkan Anggaran Rp 15 Triliun untuk Kelola Beras)
Djarot mengungkapkan, 70 satuan kerja akan ditempatkan di tiap divisi regional dan subdivisi regional tempat produsen beras utama. Sehingga mereka bisa melakukan pendekatan langsung kepada petani.
Penyerapan beras petani juga bakal ditingkatkan dengan bantuan Badan Usaha Milik Desa (BUMD) Mitra Nusantara yang bakal ditempatkan per kecamatan. Para petani juga bisa meningkatkan nilai usaha menjadi korporasi petani melalui skema BUMD.
Lalu, untuk distribusi, Bulog akan mengerahkan 150 orang tenaga penjualan. “Bulog selalu dikritik menjual ke pedagang besar, sehingga kami bakal mengatasi keluhan itu,” ujar Djarot. Nantinya, tenaga penjual bakal mendekati masyarakat langsung.
Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) dan Umum Febriyanto menjelaskan, Bulog juga memiliki jaringan binaan dengan titel rumah pangan. Sampai akhir 2017, ada 36 ribu rumah pangan dan sekitar 80% telah berfungsi untuk perpanjangan tangan penjualan beras Bulog.
(Baca juga: Waktu Mepet, Bulog Pesimistis Bisa Impor 500 Ribu Ton Beras)
Sehingga, 150 orang tenaga penjualan bakal bekerja dengan sistem manajemen kewilayahan. “Untuk membina kegiatan rumah pangan, saya berharap titiknya makin banyak penjualan juga makin banyak,” jelas Febriyanto.
Alasannya, Bulog telah mencanangkan target produksi 1,5 juta ton beras komersial yang standarnya premium dengan merek ‘Beras Kita’. Untuk pengawasannya, Bulog juga akan menambahkan auditor wilayah yang melakukan pemeriksaan gudang secara harian.
“Tahap awal akan kami tempatkan ke 60 orang auditor yang bertempat tinggal di objek daerah,” ujar Febriyanto. Auditor juga bakal dipisahkan posisi organisasinya dari divisi regional dan bakal berada di bawah Satuan Pengawas Internal (SPI) Regional.