Selain Astra, Kini Salim 'Menguasai' Bisnis Air Bersih di Jakarta

Arief Kamaludin (Katadata)
Penulis: Yuliawati
31/8/2017, 17.51 WIB

Salim Grup kini masuk dalam bisnis air bersih untuk sebagian kawasan wilayah Jakarta. Moya Indonesia Holdings Pte Ltd, yang dimiliki oleh Anthoni Salim baru saja mengakuisisi 100 % saham Acuatico Group. Acuatico Group merupakan pemilik PT Aetra Air Jakarta, yang selama ini menjadi operator air pipa untuk wilayah sebelah timur Jakarta.

Lewat keterbukaan informasi di Singapore Stock Exchange beberapa waktu lalu,  Moya Holdings Asia melaporkan anak perusahaannya yakni Moya Holdings Indonesia telah mengakuisisi Acuatico Group dengan nilai US$ 92,87 juta pada 8 Juni 2017.

"Akuisisi tersebut untuk kepentingan perusahaan dan akan meningkatkan nilai saham dalam jangka panjang. Akuisisi ini sejalan dengan strategi pertumbuhan jangka panjang Grup Moya untuk mengembangkan bisnisnya," kata Direktur Eksekutif Moya Holdings Asia Limited Simon A. Melhem dalam laporan ke bursa Singapura.

(Baca: Grup Salim Akan Kuasai 30 Persen Saham Bank Ina)

Moya membeli Acuatico dari tangan Recapital Advisor yang dimiliki pengusaha Roesan Roeslani dan wakil gubernur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Sandiaga Uno. Adapun Recapital membeli Aetra dari Thames PAM Jaya pada 2006.

Lebih lanjut dalam penjelasannya, akuisisi ini termasuk kesepakatan bahwa Grup Acuatico mendapatkan refinancing atas pinjaman sebesar US$ 152,31 juta dari Moya. Sebelum perjanjian akuisisi, pada 22 Mei 2017, Moya mendapatkan utang US$ 275 juta. Namun tak dijelaskan sumber pembiayaan Moya.

Anthoni Salim merupakan pemegang saham pengendali di perusahaan Moya Holding Asia, yang memiliki 100% Moya Indonesia Holdings. Moya Holding Asia dimiliki oleh Tamaris Infrastructure Pte Ltd 61,81% dan Moya Holding Company B.S.C.

(Baca: Axton, Penerus Kerajaan Bisnis Salim Gencar Beternak Startup)

Anthoni menjadi pemegang saham pengendali di Moya Holding Asia dengan modal senilai Sin $ 74 juta lewat pembelian saham dan right issue di bursa Singapura sejak tahun lalu.

Sebelum mengakuisisi Acuatico, Moya Indonesia Holding memiliki tiga perusahaan yakni PT Moya Bekasi Jaya, PT Moya Tangerang dan PT Moya Makassar. Ketiga perusahaan mendapatkan kontrak 25 tahun build operate tranfer (BOT) untuk proyek pengadaan air bersih di Bekasi Regency, Tangerang dan Makassar.

Dengan mengakuisisi Acuatico, Moya menambah tiga perusahaan yang bergerak di bisnis air, yakni  PT Aetra Air Jakarta, PT Aetra Air Tangerang dan PT Acuatico Air Indonesia. Otomatis, Moya akan melanjutkan kontrak Aetra dalam pengadaan air wilayah Jakarta.

Aetra bersama Palyja merupakan perusahaan operator yang melayani air bersih di Jakarta. Kedua perusahaan ini memiliki kontrak penyediaan air dan pemasangan instalasi selama 25 tahun dengan BUMD Jakarta, PAM Jaya. Kontrak berakhir pada 2022. 

(Baca: Penjualan Produsen Indomie Turun Akibat Kompetisi Ketat dan Daya Beli)

Palyja dan Aetra memiliki wilayah operasi berbeda. Palyja melayani daerah Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan sebagian Jakarta Pusat. Sementara Aetra yang melayani Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan sebagian Jakarta Pusat. Kedua perusahaan masing-masing memiliki sekitar 400.000 pelanggan terdiri dari sektor komersial dan rumah tangga.

Pemegang saham Palyja adalah Suez Environtment sebesar 51% dan anak usaha Astra International Tbk, Astratel bersama Citigrup yang memiliki 49% saham. Astratel dan Citigrup membeli saham Palyja dari Suez Environtment pada Juli 2006.

Direktur Utama PAM Jaya Erlan Hidayat, mengatakan tak mendapatkan informasi mengenai proses akuisisi Grup Salim terhadap Acuatico. "Sampai sekarang belum mendapatkan keterangan resmi," kata Erlan, dihubungi Katadata, Kamis (31/8).

Dia mengatakan kerja sama PAM Jaya dengan PT Aetra Air Jakarta akan tetap berlanjut meskipun terdapat perubahan kepemilikan perusahaan.

Peneliti Amrta Institute Nila Ardhianie menyatakan transaksi Salim mengakuisisi Acuatico merupakan transaksi yang menarik. "Acuatico memegang proyek air yang sangat besar melayani kota dengan penduduk yang sangat padat," kata Nila yang kerap membuat penelitian mengenai pelayanan air. 

Nila mengatakan bisnis air di Jakarta pasti menguntungkan dengan kondisi pasar captive atau konsumen tak memiliki piihan lain. "Alternatif air di Jakarta hanya air tanah dan di beberapa lokasi air tanah sudah tak dapat dipakai jadi sangat bergantung sama air pipa," kata Nila.