Tari Bedhaya Ketawang, Tarian Gaib Curahan Hati Ratu Kidul

Pariwisata Indonesia
Tari bedhaya.
Penulis: Husen Mulachela
Editor: Safrezi
6/12/2021, 16.59 WIB

Tari Bedhaya Ketawang merupakan tarian tradisional nusantara yang dikenal sakral dan sarat makna. Kesenian yang berkembang di wilayah Yogyakarta dan Surakarta ini sudah ditampilkan sejak zaman Mataram Kuno.

Tari Bedhaya Ketawang banyak diliputi hal-hal mistis, mulai dari ritual sebelum pertunjukan, bertambah atau berkurangnya jumlah penari, sampai merasuknya roh halus dalam penari.

Sejarah Tari Bedhaya Ketawang

Tari Bedhaya Ketawang merupakan tarian kebesaran yang dipertunjukan ketika penobatan serta peringatan kenaikan tahta raja di Kasunan Surakarta.

Mengutip dpad.jogjaprov.go.id, nama tari Bedhaya Ketawang diambil dari kata bedhaya yang berarti 'penari wanita di istana' dan ketawang yang berarti 'langit' atau sesuatu yang tinggi.

Konon, tarian ini lahir pada masa kepemimpinan Sultan Agung di kesultanan Mataram pada 1613-1645. Ketika tengah bersemedi, Sultan Agung mendengar senandung dari langit yang membuatnya terkesima. Hal tersebut, mengilhaminya untuk menciptakan tari Bedhaya Ketawang.

Namun, ada versi lain yang mengatakan bahwa dalam pertapaannya, Panembahan Senapati (pendiri kerajaan Mataram islam) bertemu dan memadu kasih dengan Ratu Kencanasari atau Kanjeng Ratu Kidul yang kemudian menjadi cikal bakal tarian sakral ini. Versi ini paling populer dibanding yang pertama.

Tari Bedhaya Ketawang menyiratkan hubungan asmara antara raja Mataram dengan Kanjeng Ratu Kidul melalui tiap gerakan penari. Selain itu, tembang pengiring tarian mengandung curahan hati sang ratu kepada raja.

Syarat Tari Bedhaya Ketawang

Tarian ini biasanya dibawakan oleh sembilan penari wanita. Dalam kepercayaan masyarakat, ketika tarian mulai dibawakan, Ratu Kidul akan ikut serta sebagai penari kesepuluh.

Untuk membawakan tarian ini, ada beberapa syarat yang mesti dipenuhi, yakni penari harus seorang gadis suci (perawan) dan tidak sedang menstruasi. Jika haid, penari mesti meminta izin terlebih dahulu kepada Kanjeng Ratu Kidul dengan melakukan caos dhahar di panggung Sanga Buwana, Keraton Surakarta, yakni dengan berpusasa beberapa hari menjelang pertunjukan.

Izin dari Kanjeng Ratu Kidul penting, sebab konon sang ratu akan datang menghampiri penari jika mereka melakukan gerakan yang salah.

Selain suci, penari mesti memiliki postur tubuh proporsional, memiliki daya tahan tubuh, dan melakukan puasa mutih (hanya mengonsumsi makanan berwarna putih) selama beberapa hari.

Seluruh penari Bedhaya Ketawang memiliki nama dan maknanya masing-masing, yaitu:

- Batak (simbol pikiran dan jiwa).

- Endhel Ajeg (simbol nafsu).

- Endhel Weton (simbol tungkai kanan).

- Apit Ngarep (simbol tangan kanan).

- Apit Mburi (simbol tangan kiri).

- Apit Meneg (simbol tungkai kiri).

- Gulu (simbol badan).

- Dhada (simbol badan).

- Buncit (simbol organ seksual).

Selain itu, sembilan dipercaya sebagai anga sakral yang melambangkan jumlah mata angin.  Hal tersebut sesuai dengan kepercayaan masyarakat Jawa pada peradaban klasik di mana terdapat sembilan dewa yang menguasai tiap arah mata angin, yaitu:

- Wisnu  (Utara).

- Sambu  (Timur  Laut).

- Iswara (Timur).

- Mahesora (Tenggara).

- Brahma (Selatan).

- Rudra  (Barat  Daya).

- Mahadewa (Barat).

- Sengkara  (Barat  Laut).

- Siwa (Tengah).

Pengiring Tari Bedhaya Ketawang

Selama pertunjukan, tarian ini diiringi oleh gending ketawang gedhe dengan nada pelog. Instrumen yang digunakan, di antaranya kethuk, kenong, gong, kendhang dan kemanak.

Tari Bedhaya Ketawang dibagi menjadi tiga babak. Nantinya, di tengah tarian, nada gendhing berubah menjadi slendro selama dua kali. Kemudian, nada gendhing kembali lagi ke nada pelog hingga pertunjukan berakhir. Selain itu, tarian ini diiringi tembang yang menggambarkan curahan hati sang ratu kepada raja.

Busana dan Tata Rias Tari Bedhaya Ketawang

Penari mengenanakan busana dodot banguntulak atau biasa disebut basahan dengan lapisan bawah menggunakan kain cindhe kembang lengkap dengan perhiasannnya.

Dengan riasan wajah khas pengantin jawa putri, penari juga mengenakan bokor mengkurep pada bagian rambut mereka.

Untuk aksesoris perhiasan yang digunakan para penari, di antaranya centhung, garudha mungkur, sisir jeram saajar, cundhuk mentul, dan tiba dhadha.

Pelaksanaan Tarian

Tari Bedhaya Ketawang tidak boleh dilakukan secara sembarang. Pelaksanaan tarian ini hanya disajikan pada Anggara kasih atau dalam kalender Jawa bertepatan pada hari Selasa Kliwon. Bukan cuma pangelaran resminya saja, latihan tari pun mesti dilakukan di hari itu.

Menurut masyarakat adat Jawa, pada malam Anggara kasih, orang bersemedi demi memeroleh kesaktian dan kejayaan. Hingga kini, malam Selasa Kliwon masih diwarnai pagelaran tari maupun seni karawitan.