Harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) periode Juni 2018 tercatat US$ 70,36 per barel. Itu turun dari bulan sebelumnya yang mencapai US$ 72,46 per barel.
Selain itu, harga minyak Indonesia jenis Sumatran Light Crude (LSC) selama Juni turun ke level US$ 70,73 per barel. Bulan sebelumnya, harga mencapai US$ 73,15 per barel.
Penurunan harga ICP ini seiring dengan anjloknya harga minyak di pasar global. "Perkembangan harga rata-rata minyak mentah utama di pasar internasional bulan Juni 2018 daripada Mei 2018 mengalami penurunan," mengutip situs migas Kementerian ESDM, Rabu, (4/7).
Di pasar internasional, harga minyak jenis Dated Brent periode Juni 2018 turun menjadi US$ 74,33 per barel, dari bulan Mei yang mencapai US$ 76,93 per barel. Brent (ICE) juga ikut turun menjadi US$ 75,94 per barel pada Juni 2018, padahal pada sebelumnya mencapai US$ 77,01 miliar.
Kemudian jenis West Texas Intermediate (Nymex) turun menjadi US$ 67,32 per barel dari US$ 69,98 per barel pada Mei 2018. Begitu juga harga minyak jenis Basket OPEC turun menjadi US$ 73,01 per barel, dari posisi Mei yang mencapai US$ 74,11 per barel.
Tim Harga Minyak Indonesia mencatat ada beberapa faktor yang menyebabkan penurunan harga minyak mentah di pasar global. Salah satunya permintaan minyak mentah global tahun 2018.
Mengacu laporan OPEC di bulan Juni 2018, diperkirakan terjadi penurunan permintaan minyak di negara-negara non Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), Timur Tengah, dan Amerika Latin. Ini disebabkan oleh penurunan permintaan akan minyak mentah OPEC.
Alasan lainnya gejolak politik dan penurunan subsidi di Timur Tengah. Selain itu, melemahnya perekonomian di Amerika Latin.
Publikasi IEA pun memperkirakan terjadi penurunan permintaan minyak pada semester kedua 2018. Penyebabnya potensi peningkatan produksi dari negara-negara OPEC dan Rusia sebagai kompensasi atas turunnya produksi minyak mentah dari Iran dan Venezuela.
Faktor lainnya adalah peningkatan harga minyak mentah global, perang kebijakan proteksi perdagangan seperti negara-negara Eropa dan Kanada, serta penguatan nilai tukar Dolar Amerika Serikat yang berpotensi menciptakan perlambatan ekonomi. Ujungnya akan berdampak pada konsumsi minyak.
Tak hanya itu, penurunan harga minyak mentah di pasar global juga dipicu oleh naiknya pasokan minyak mentah non-OPEC. Mengacu publikasi IEA Juni 2018, pasokannya naik 0,2 juta barel per hari (bph) menjadi 60,3 juta bph.
Publikasi OPEC pun memprediksi hal yang sama, yakni kenaikan pasokan minyak. Pasokan naik dibanding bulan sebelumnya, yaitu dari 59,62 juta bph menjadi 59,75 juta bph.
Selain itu penurunan harga minyak global juga disebabkan faktor lainnya yakni kekhawatiran pelaku pasar terhadap sejumlah hal. Pertama, potensi peningkatan pasokan minyak mentah global setelah OPEC memutuskan untuk meningkatkan produksi minyak mentah dengan tambahan produksi sebesar 600.000 bph.
Kedua, potensi pengenaan pajak sebesar 25% atas impor minyak mentah Amerika Serikat yang akan diterapkan oleh pemerintah China. Ini sebagai tanggapan atas kebijakan perdagangan AS terhadap China.
Ketiga, Perlambatan aktivitas ekonomi dunia akibat penguatan nilai mata uang Dolar AS yang membebani sejumlah negara berkembang dan beberapa negara OECD.
Selain itu penurunan harga minyak dipasar global juga dipicu meningkatnya stok produk minyak Amerika Serikat pada Juni 2018 dibandingkan Mei 2018. Tercatat pasokan bensin Amerika meningkat sebesar 6,8 juta barel naik menjadi 241,2 juta barel. Lalu stok minyak hasil sulingan atau Distillate Fuel Oil Amerika Serikat naik sebesar 2,8 juta barel menjadi 117,4 juta barel.
Adapun untuk kawasan Asia Pasifik, penurunan harga minyak mentah dipengaruhi oleh menurunnya permintaan minyak dari Jepang dan Korea. Selain itu terjadi penurunan aktivitas di Kilang pengolahan di China dan India seiring program pemeliharaan sejumlah kilang.