Perusahaan energi asal Australia, NuEnergy Gas Limited mulai menyusun proposal pengembangan lapangan (Plan of Development/PoD) blok minyak dan gas bumi (migas) nonkonvensional Tanjung Enim di Sumatera Selatan. Targetnya PoD tersebut bisa selesai tahun ini.
Chief Operating Officer NuEnergy Unggul Setyatmoko mengatakan perusahaannya sudah melaporkan rencana penyusunan PoD ini kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). "Target PoD akhir tahun ini," kata dia kepada Katadata, Minggu (6/8).
(Baca: Dana Kontraktor Minim, Realisasi Pengeboran Migas di Bawah Target)
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Wisnu Prabowo Taher juga membenarkan hal tersebut. Saat ini, SKK Migas dan NuEnergy masih membahas tahapan-tahapan PoD untuk Blok Tanjung Enim."Memang dari fungsi di internal, sedang tahap persiapan PoD I," kata dia.
NuEnergy memang berencana menyusun PoD di dua wilayah, yakni di bagian utara dan barat laut Blok Tanjung Enim. Di dua lokasi tersebut, perusahaan ini memang sudah melakukan eksplorasi dalam delapan tahun terakhir.
Kini, selama persiapan PoD pertama, perusahaan akan mencoba mencari pembeli gas dari blok tersebut hingga tercapai kesepakatan jual beli gas yang optimal. Ini untuk langkah komersialisasi dari bagian penyusunan PoD.
Deputy Executive Chairman NuEnergy Kee Yong Wah mengatakan jika PoD ini disetujui, akan menjadi sejarah penting bagi perusahaannya. "Kami bekerja untuk mewujudkan pasokan gas nonkonvensional pertama di Indonesia," kata dia dikutip berdasarkan siaran resminya pada Kamis, (3/8).
(Baca: Kontrak Tiga Blok Migas Nonkonvensional Berubah Pakai Gross Split)
Di blok tersebut, NuEnergy diwakilkan oleh anak usahanya, yakni Dart Energy (Tanjung Enim) Pte Ltd yang bertindak sebagai operator dengan hak kelola 45%. Sisanya dipegang mitranya yang terdiri dari PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Metra Enim 27,5%, dan PT Bukit Asam Metana Enim 27,5%.
Berdasarkan situs resminya, Blok Tanjung Enim terletak di Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Kontrak blok ini pertama kali disetujui pada 4 Agustus 2009 lalu dengan masa kontrak 30 tahun. Adapun masa eksplorasi berlangsung selama enam tahun sampai dengan Agustus 2015, lalu mendapatkan perpanjangan empat tahun lagi hingga Agustus 2019.
Wilayah kontrak terdiri dari total 313 kilometer persegi yang mengandung ketebalan batubara rata-rata 213 kaki sampai 230 kaki atau 65-70 meter. Kemudian lapisan batubara peringkat rendah mulai dari 984 kaki atau 300 meter menjadi 2.297 kaki atau sekitar 700 meter, dengan kadar gas yang dilaporkan rata-rata 120 kaki kubik standar per ton (scf).
(Baca: Pertamina Sedia Rp 3,06 Triliun untuk Mengebor 10 Sumur Eksplorasi)
Dengan parameter geologi dan teknis ini, Blok Tanjung Enim termasuk blok gas metana batubara (CBM) yang tingkat komersialitas yang tinggi. Apalagi dekat infrastruktur dan pasar minyak dan gas yang ada.