Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengatakan proyek gas Wasambo belum bisa beroperasi dalam waktu dekat. Padahal SKK Migas menargetkan proyek yang digarap Energi Equity Epic Sengkang (EEES) ini bisa berproduksi (onstream) pada kuartal pertama tahun ini.

Deputi Pengendalian Operasi SKK Migas Muliawan molornya target ini dikarenakan belum ada komitmen dari pembeli yang menyerap gas yang akan dihasilkan dari proyek tersebut. Pembelinya adalah PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).

"Pembelinya belum siap, perjanjian dengan PLN-nya belum siap," kata dia pekan lalu. Namun Muliawan belum mau merinci kendala yang menyebabkan PLN dan EEES sebagai kontraktor proyek tersebut belum menyepakati PJBG.

Karena belum bisa beroperasi pada kuartal I tahun ini, targetnya pun direvisi. SKK Migas memperkirakan proyek Wasambo baru bisa mengalirkan gas pada akhir tahun ini. (Baca: Pengoperasian Tiga Proyek Migas Tahun Lalu Molor)

Kepala Divisi Pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Gas PLN Chairani Rachmatullah membenarkan pihaknya masih belum punya kesepakatan jual beli gas dengan operator proyek Wasambo. PLN masih harus berkonsultasi dengan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait kesepakatan harga gas dari EEES.

Chairani mengatakan konsultasi ini diperlukan, mengingat Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2017. Dalam aturan itu, pemerintah mengatur harga jual gas bumi bagi kebutuhan pembangkit listrik PLN atau badan usaha pembangkit listrik (IPP).

"Penjual gas Wasambo enggak bisa pakai harga yang di Permen," kata dia kepada Katadata, Senin (20/2). Sayangnya, Chairani masih merahasiakan berapa harga jual yang diinginkan PLN terhadap gas dari proyek Wasambo.

Pasal 9 Permen ESDM 11/2017 menyebutkan PLN atau badan usaha pembangkitan tenaga listrik dapat membeli gas bumi dengan harga paling tinggi 11,5 persen harga minyak Indonesia (ICP) untuk 1 juta british thermal unit (MMBTU), jika tidak berada di mulut sumur. Namun, jika harganya melebihi 11,5 persen maka PLN dapat menggunakan gas alam cair (LNG).

(Baca: Belasan Blok Migas Belum Bisa Mengalirkan Gasnya)

Harga LNG untuk pembangkit tenaga listrik  dihitung berdasarkan nilai keekonomian lapangan dan menggunakan formula yang disepakati pada harga free on board (FoB). Artinya pembeli menanggung biaya angkut dan transportasinya. Dalam aturan itu, PLN atau badan usaha pembangkitan listrik dapat mengimpor gas kalau harga LNG dalam negeri lebih besar dari 11,5 persen FoB.

Lebih lanjut, gas dari proyek Wasambo sebenarnya akan dimanfaatkan oleh PLN untuk memasok fasilitas penyimpanan gas alam cair berukuran kecil (mini LNG storage) miliknya di Sulawesi Selatan. Gas ini akan dimanfaatkan untuk pembangkit yang bisa memenuhi kebutuhan listrik di kawasan Sulawesi Selatan. Saat ini pembangunan konstruksi mini LNG storage tersebut masih dalam proses pembangunan oleh perusahaan daerah (perusda) Sulawesi Selatan.

Sebagai informasi, proyek Wasambo merupakan salah satu dari 13 proyek migas yang ditargetkan bisa beroperasi pada 2016 lalu.  Wasambo diperkirakan bisa memproduksi sebesar 37 juta kaki kubik gas per hari (mmscfd). (Baca: Proyek Gas Matindok Akan Beroperasi Bulan Depan)