Produksi kilang gas alam cair (LNG) Donggi Senoro berhasil melampaui target. Hingga akhir Desember ini, produksi kilang tersebut bisa mencapai 2,2 juta ton. Angka ini lebih tinggi dari rencana awal yang hanya 2 juta ton.
Direktur Urusan Korporasi Donggi Senoro Aditya Mandala mengatakan, produksi kilang bisa meningkat karena ada pasokan dari fasilitas pengolahan utama (Central Processing Plant/CPP). “Kinerja tahun ini sungguh menggembirakan, baik dari sisi produksi maupun keselamatan.,” kata dia berdasarkan keterangan tertulisnya, Kamis (21/12).
(Baca: Produksi Minyak 24 Kontraktor Belum Mencapai Target APBN)
Kilang Donggi ini mendapat pasokan dari dua kontraktor. Pertama adalah Join Operating Body (JOB) Pertamina Tomori Sulawesi. Kedua dari Pertamina EP Pengembangan Gas Matindok.
Pasokan gas dari Central Processing Plant (CPP) Donggi milik Pertamina EP mulai mengalir sejak April lalu. Dengan tambahan pasokan itu, volume gas rata-rata yang diolah di Kilang Donggi sebesar 355 MMSCFD. Angkanya lebih tinggi dari rencana awal yang hanya 335 MMSCFD.
Dari sisi keselamatan, kilang membukukan 20 juta jam kerja aman tanpa kecelakaan sehingga berhasil menerima penghargaan Patra Karya Nirbhaya Utama dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sedangkan dari sisi pengelolaan lingkungan, Kilang Donggi memperoleh Peringkat Biru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
(Baca: Mega Proyek Gas Donggi-Senoro)
Aditya mengatakan, kilang LNG Donggi Senoro sepanjang tahun 2016 juga dapat menjaga kestabilan operasi di tengah situasi harga minyak yang menurun dan berlebihnya pasokan LNG. Dalam periode Januari-November 2016, kilang berhasil mengirimkan satu kargo ke konsumen domestik.
Donggi-Senoro merupakan kilang gas cair (LNG) keempat yang dibangun pemerintah setelah Arun, Bontang dan Tangguh (Train I dan II). Khusus untuk Kilang Donggi, investasi yang ditanamkan mencapai Rp 37,5 triliun, atau hampir separuh dari total investasi megaproyek tersebut. (Baca: Juli, Kilang Donggi Senoro Kirimkan LNG)
Kilang berkapasitas 2,1 juta ton per tahun ini menjadi awal pembangunan kilang dengan skema hilir, dimana produksi gas alam cair dipisah dari kegiatan hulu. Skema ini juga menguntungkan negara sebab memungkinkan pembangunan kilang tanpa diperlukan pergantian biaya (cost recovery) ketika kilang mulai beroperasi.