Vietnam Larang Motor Bahan Bakar Bensin Mulai 2026, Jepang Ingatkan Ancaman PHK
Pemerintah Vietnam pada Juli lalu mengeluarkan larangan penggunaan motor bensin di Ibukota mereka, Hanoi, mulai pertengahan 2026. Pemerintah Jepang dan beberapa perusahaan terkemuka Vietnam memperingatkan bahwa keputusan ini dapat memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) dan menimbulkan gangguan terhadap pasar salah satunya pada Honda sebesar US$ 4,6 miliar atau Rp 76,4 triliun.
Instruksi yang dikeluarkan oleh Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh disebut sebagai upaya untuk mengurangi tingkat polusi udara yang tinggi. Kebijakan ini juga rencana akan makin diperluas pada 2028 hingga meluas ke wilayah lain Vietnam.
“Larangan mendadak dapat memengaruhi lapangan kerja di industri pendukung, seperti dealer sepeda motor dan pemasok suku cadang,” bunyi surat yang dikirim oleh Kedutaan Besar Jepang di Hanoi, dikutip dari Reuters, Jumat (24/10). Reuters menulis, surat tersebut dikirim pada September lalu.
Kedutaan juga mendesak pemerintah Vietnam mempertimbangkan peta jalan yang tepat untuk elektrifikasi yang mencakup periode persiapan dan implementasi bertahap peraturan.
Menurut firma riset pasar Mordor Intelligence, pasar sepeda motor Vietnam merupakan salah satu yang terbesar di dunia dan memiliki nilai sekitar US$ 4,6 miliar tahun ini. Vietnam juga memiliki jumlah sepeda motor terdaftar tahun lalu mendekati 80% dari populasi negara sebesar 100 juta, salah satu tingkat kepemilikan tertinggi di dunia.
Peringatan dari produsen
Kelompok perdagangan utama untuk produsen sepeda motor asing di Vietnam, yang dipimpin oleh Honda, Yamaha, dan Suzuki mengirimkan suratnya sendiri kepada pemerintah pada Juli. Mereka memperingatkan bahwa larangan tersebut dapat mengakibatkan gangguan produksi dan risiko kebangkrutan bagi perusahaan dalam rantai pasokan.
Para produsen menyatakan larangan tersebut dapat memiliki efek berantai pada ratusan ribu pekerja dan membuka potensi gangguan bagi hampir 2.000 dealer dan sekitar 200 pemasok komponen.
Mereka juga mendesak penerapan periode transisi dengan waktu persiapan minimal dua hingga tiga tahun. Hal ini diperlukan untuk memberi waktu bagi mereka menyesuaikan lini produksi sementara jaringan stasiun pengisian daya dan standar keselamatan diperluas.
Kendati demikian, Pejabat Vietnam sejauh ini menolak menindaklanjuti permintaan dari pemerintah Jepang dan produsen. Pemerintah telah menyatakan bahwa larangan tersebut diperlukan untuk mengatasi tingkat polusi udara yang tinggi di Hanoi. Otoritas di Ho Chi Minh City, kota metropolitan terbesar di Vietnam, juga telah mengindikasikan rencana untuk membatasi kendaraan bertenaga bensin.
“Pengurangan emisi adalah masalah global yang memerlukan upaya bersama untuk memilih solusi optimal dengan peta jalan yang sesuai,” kata Perdana Menteri Chinh kepada eksekutif Jepang pada Agustus lalu.
Melihat kondisi tersebut, Honda sedang mempertimbangkan untuk mengurangi produksi di Vietnam. Perusahaan mengatakan mereka memantau situasi dengan cermat, tetapi tidak memiliki rencana untuk menutup pabrik.
Akibat pengumuman kebijakan ini, penjualan motor Honda turun 22% pada Agustus lalu namun sedikit membaik pada September. Seiring dengan bisnis otomotif Honda yang tertekan oleh persaingan yang semakin ketat akibat pergeseran global ke mobil listrik, perusahaan semakin bergantung pada bisnis motornya sebagai pendorong keuntungan.
==
Exclusive: Japan warns Vietnam of job losses as Hanoi motorbike ban hits Honda | Reuters