Pemerintah Indonesia masih menunggu hasil dari pertemuan konsultasi dengan Uni Eropa pada akhir Januari lalu membahas ekspor bijih nikel (ore). Pertemuan kedua negara bagian dari dari gugatan Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Internasional (World Trade Organization/WTO) atas kebijakan ekspor nikel yang dikeluarkan Indonesia.
"Kami sedang menunggu respons dari mereka," kata Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (6/2).
Pertemuan RI dan Uni Eropa masuk dalam tahap advance questionnaire atau kuesioner tingkat lanjut yang digelar di Jenewa, Swiss pada 30 Januari lalu.
Uni Eropa melayangkan gugatan kepada WTO dengan alasan kebijakan tersebut tidak adil karena membatasi akses produsen mereka terhadap bijih nikel.
(Baca: BKPM: Larangan Ekspor Bijih Nikel Sesuai UU Minerba)
Menurutnya, delegasi Indonesia yang bertemu dengan pihak Uni Eropa telah menjawab semua pertanyaan yang dilayangkan oleh Uni Eropa. Namun, Uni Eropa belum memutuskan langkah yang akan dilakukan selanjutnya.
Ia mengatakan, respons Uni Eropa akan disampaikan sekitar dua minggu hingga satu bulan setelah pertemuan. Jerry pun berharap, Uni Eropa dapat segera memberikan keputusan agar Indonesia bisa menentukan strategi berikutnya.
Sampai saat ini, pemerintah telah menyiapkan beberapa strategi bila Uni Eropa melanjutkan gugatan ke panel selanjutnya. Indonesia, lanjut dia, sudah membentuk tim hukum dan telah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga lainnya.
(Baca: Kemendag Tegaskan Pelarangan Ekspor Nikel Bukan Retaliasi Dagang)
Delegasi Indonesia juga telah siap untuk menghadapi keputusan Uni Eropa. Adapun, delegasi tersebut dipimpin oleh Jerry serta beranggotakan jajaran dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan Kementerian Perindustrian.
"Kami hadapi saja. Saat ini kan masih dalam forum konsultasi yang putusannya masih dirundingkan oleh mereka," ujar dia.
Pemerintah melarang ekspor bijih nikel mulai Januari 2020. Pelarangan ekspor itu dilakukan melalui penerbitan Peraturan Menteri (Permen) ESDM nomor 11 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Larangan tersebut dilakukan agar industri nikel Indonesia mengolah bijih nikel menjadi nikel yang memiliki nilai tambah.
(Baca: RI Konsultasikan Larangan Ekspor Nikel Usai Dilaporkan Eropa ke WTO)