Tekan Defisit Neraca Dagang, Ekspor Komoditas Andalan Terus Digenjot

ANTARA FOTO/Maulana Surya
Peserta beasiswa industri tekstil mengikuti praktek pelatihan di Akademi Komunitas Industri Tekstil dan Produk Tekstil Surakarta, Solo, Jawa Tengah, Senin (12/3/2018).
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
17/9/2018, 20.14 WIB

Kementerian Perdagangan menargetkan dapat menekan defisit neraca dagang pada empat bulan terakhir 2018. Caranya, antara lain dengan meningkatkan ekspor komoditas andalan untuk menekan defiistyang sudah terjadi sebanyak enam kali hingga saat ini. 

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan tiga komoditas utama yang terus didorong yakni minyak kelapa sawit, tekstil dan produk tekstil, serta batu bara. "Kuncinya kita akan membuka akses pasar," kata Enggar di Jakarta, Senin (17/9).

Untuk komoditas sumber daya alam seperti kelapa sawit, Kementerian Perdagangan mengungkapkan ada kewajiban Letter of Credit (L/C) sebesar 50% devisa hasil ekspor harus disimpan di perbankan nasional. Kompensasinya, Bank Indonesia sepakat untuk menyegerakan kebutuhan dolar Amerika Serikat (AS) . Hal ini menurutnya memudahkan perusahaan berorientasi ekspor untuk memenuhi keperluan dolar.

(Baca : Ekspor Turun, Neraca Dagang Agustus 2018 Defisit US$ 1,02 Miliar)

Data Badan Pusat Statistik (BPS) ekspor minyak kelapa sawit pada Januari hingga Agustus 2018 turun 12,18% dibandingkan Januari sampai Agustus 2017, dari US$ 13,46 miliar menjadi US$ 11,82 miliar. Meski begitu, terjadi peningkatan ekspor 1,86% pada Agustus 2018 dibandingkan Juli 2018, dari US$ 1,59 miliar menjadi US$ 1,63 miliar.

Selain itu, pembukaan akses pasar untuk produk tekstil dan produk tekstil ke Amerika Serikat (AS) diharapkan bisa meningkatkan penjualan komoditas produk tersebut sebesar 20% hingga 25%. Begitu juga dengan penandatangan perjanjian perdagangan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan Australia yang bakal meningkatkan permintaan permintaan tekstil hingga 20%.

Ekspor produk tekstil pada Januari sampai Agustus 2018 meningkat 4,96%  menjadi menjadi US$ 3,20 miliar dibandingkan  periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 3,05 miliar. Sedangkan untuk pakaian kenaikannya lebih besar yakni sekitar 9,08% pada Januari-Agustus 2018 menjadi US$ 5,78 miliar dari US$ 5,30 miliar pada Januari-Agustus 2017.

Tak hanya itu,  ekspor komoditas pertambangan juga akan dipermudah melalui pencabutan moratorium penjualan batu bara lewat trader sebagaimana yang tercantum pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 52 Tahun 2018.

(Baca : Defisit Neraca Dagang Diperkirakan Berlanjut di Agustus US$ 1,1 Miliar)

"Sekarang ada kelonggaran karena mereka mengerti mekanisme permintaan dan penjualan secara global," ujarnya.

Bahkan, Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mewajibkan 25% batu bara nasional menjadi konsumsi dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) juga akan dicabut. Karenanya, dia cukup optimistis ekspor bulan depan akan mulai meningkat.

Pada Agustus 2018, ekspor batu bara tercatat sebesar US$ 1,69 miliar, turun 13,20% dari Juli 2018 yang mencapai US$ 1,95 miliar. Namun, ada peningkatan sebesar 21,63%  jika dihitung secara kumulatif Januari sampai Agustus 2018 menjadi US$ 13,68 miliar dibandingkan Januari hingga Agustus 2017 uang hanya US$ 11,25 miliar.

Seperti yang diketahui, neraca perdagangan Indonesia pada Agustus kembali melanjutkan tren defisit untuk keenam kalinya sepanjang delapan bulan 2018. Nilai impor yang masih relatif tinggi belum mampu diimbangi dengan peningkatan kinerja ekspor sehingga secara bulanan membuat neraca perdagangan pada Agustus kembali defisit US$ 1,02 miliar.

Kepala BPS Suhariyanto menyatakan ekspor pada Agustus turun sebesar 2,90% menjadi US$ 15,82 miliar dibandingkan Juli 2018 sebesar US$ 16,29 miliar. “Ekspor kita masih bagus, tetapi yang jadi masalah impornya tumbuh lebih tinggi,” kata Suhariyanto.

(Baca : Neraca Perdagangan Juli Defisit US$ 2,03 Miliar, Terbesar Sejak 2013)

Penurunan ekspor Agustus 2018 dibanding Juli 2018 disebabkan oleh menurunnya ekspor nonmigas 2,86%, yaitu dari US$14,85 miliar menjadi US$14,43 miliar, demikian juga ekspor migas turun 3,27% dari US$1,43 miliar menjadi US$1,38 miliar. Sedangkan impor pada bulan lalu juga mengalami penurunan 7,97% menjadi US$ 16,84 miliar dari Juli 2018 sebesar US$ 18,30 miliar.

Adapun secara tahunan (year on year), ekspor Agustus 2018 memang mencatat kenaikan 4,15%  menjadi US$ 15,82 miliar. Namun, impor periode tersebut juga mengalami kenaikan dengan persentase lebih tinggi yakni sebesar 24,65% US$ 16,84 miliar dari US$ 13,51 miliar.

Reporter: Michael Reily