Penjualan gerai minimarket Indomaret dan produsen makanan ringan Sari Roti tumbuh melambat selama enam bulan pertama tahun ini dibandingkan tahun lalu. Sedangkan pertumbuhan penjualan waralaba asal Amerika Serikat (AS) yang menjual ayam goreng, Kentucky Fried Chicken (KFC), di Indonesia masih stabil. Pencapaian tersebut di tengah beredarnya spekulasi pelemahan daya beli konsumen.
Penjualan Indomaret pada semester pertama tahun ini mencapai Rp 31,69 triliun atau naik 8,8% dibandingkan periode sama tahun lalu. Namun, pertumbuhannya melambat dibandingkan kurun sama tahun lalu, yakni tumbuh 28,1% menjadi Rp 29,12 triliun pada semester I-2016.
Penjualan Sari Roti pada semester I tahun ini malah turun 0,8% menjadi Rp 1,18 triliun dari Rp 1,19 triliun di periode sama 2016. Padahal, pada kurun sama tahun lalu penjualannya masih tumbuh 14,4%.
Berbeda dengan penjualan KFC yang tumbuh 12,7% menjadi Rp 2,61 triliun pada semester I-2017. Pertumbuhannya pun lebih tinggi dibandingkan kurun sama tahun lalu yang sebesar 10,5%.
(Baca: Penjualan Produsen Indomie Turun Akibat Kompetisi Ketat dan Daya Beli)
Kinerja penjualan tersebut terungkap dari laporan keuangan semester I-2017 PT Indoritel Makmur Internasional Tbk, yang merupakan perusahaan Grup Salim dan induk perusahaan-perusahaan pemegang tiga merek retail tersebut. Indoritel memiliki 40% saham PT Indomarco Prismatama yang memiliki waralaba 14 ribu gerai Indomaret.
Selain itu, Indoritel mengempit 31,5% saham PT Nippon Indosari Corpindo Tbk yang menjual Sari Roti, dan punya 35,8% saham PT Fast Food Indonesia Tbk yang mengelola gerai KFC.
Indoritel, yang mempunyai kode perdagangan DNET di Bursa Efek Indonesia, membukukan total pendapatan semester I-2017 sebesar Rp 75,38 triliun, atau turun 43% dibandingkan periode sama tahun lalu. Bisnis utama Indoritel adalah penyewaan kabel serat optik.
(Baca: Kinerja Bank Kecil Terpukul Lesunya Perdagangan dan Daya Beli)
Namun, pendapatan dari lini bisnis utama perusahaan itu terlampaui sejak Indoritel membeli saham tiga perusahaan retail yang berbisnis ayam goreng, roti dan gerai waralaba tersebut pada tahun 2013.
Total laba bersih Indoritel pada periode Januari-Juni 2017, menurut laporan keuangan yang dipublikasikan awal pekan ini, turun menjadi Rp 30,6 miliar atau Rp 2,15 per saham, dari sebelumnya Rp 105,5 miliar atau Rp 7,44 per saham.
Dari sisi arus kas, Indoritel malah mengalami defisit kas neto dari aktivitas operasi sebesar Rp 66,6 miliar pada enam bulan pertama tahun ini. Penyebabnya adalah rendahnya arus kas yang masuk dari pelanggan.
Hal itu terlihat dari jumlah arus kas untuk Penerimaan Dari Pelanggan yang hanya sebesar Rp 1 miliar pada semester pertama 2017. Sedangkan jumlah arus kas untuk Pembayaran Kepada Karyawan dan Pembayaran Untuk Beban Usaha berturut turut sebesar Rp 16,6 miliar dan Rp 43,6 miliar.
Pencapaian kinerja tiga merek dagang usaha retail tersebut di tengah beredarnya spekulasi pelemahan daya beli konsumen belakangan ini.
Sebelumnya, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, produsen mie instan Indomie dan makanan ringan Chitato, melaporkan penurunan penjualan sebesar 3,7% pada kuartal II-2017 dibandingkan periode sama tahun lalu. Penurunan ini yang pertama kali sejak beberapa tahun terakhir, di tengah meningkatnya kompetisi dan pelemahan daya beli.
(Baca: Kuartal II-2017, Pertumbuhan Industri Kecil Anjlok)
"Kondisi makroekonomi domestik tetap positif pada semester pertama tahun 2017, tapi permintaan untuk fast moving consumer goods melandai. Kompetisi terhadap produk perusahaan kami meningkat," ujar Anthoni Salim, Presiden Direktur Indofood CBP, dalam keterangan pers yang dimuat di website perusahaan.
Dalam kesempatan terpisah, Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono melihat kondisi ekonomi sedang tertekan sehingga masyarakat memilih menahan diri atau mengerem konsumsi.
"Saya merasa ekonomi tertekan, maka tidak jadi konsumsi. Itulah alasan kenapa penjualan barang-barang konsumen itu turun," katanya.
(REVISI: Judul tulisan ini diubah dari semula "Penjualan KFC, Indomaret, Sari Roti Turun 50% Akibat Daya Beli Lemah" karena adanya kesalahan di internal redaksi. Perubahan juga dilakukan pada paragraf pertama dan kedua).