Buruh Akan Ajukan Judicial Review Aturan Pengupahan

KATADATA | Arief Kamaludin
Penulis: Muchamad Nafi
27/10/2015, 16.11 WIB

KATADATA - Pro-kontra formula baru pengupahan buruh terus berlanjut. Setelah Presiden Joko Widodo kemarin meneken Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Said Iqbal mengatakan akan mengajukan uji materi atau judicial review atas beleid tersebut ke Mahkamah Konstitusi.

Saat ini, Konfederasi sedang menunggu laporan dan data dari seluruh anggota se-Indonesia untuk segera mendaftarkan aturan baru tersebut ke MK. “Kami sudah bikin tim, minggu depan akan dimasukkan ke MK,” kata Iqbal saat dihubungi Katadata, Selasa, 27 Oktober 2015.

Tak hanya mengajukan uji materi, Konfederasi akan menggelar mogok nasional pada pertengahan November atau awal Desember mendatang. Hal ini untuk memaksa pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla lebih mendengarkan aspirasi buruh. “Ini langkah kedua kami, yakni aksi terus menerus,” kata Iqbal.

Langkah tersebut ditempuh lantaran formulasi baru yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah tersebut dianggap tidak mencerminkan keadilan terhadap buruh. Salah satunya, terlihat dengan dihapusnya Komponen Hidup Layak (KHL) dalam penghitungan upah minimum tahunan. 

Pro-Kontra Formula Upah Buruh (Katadata)

Iqbal merujuk kepada Pasal 88 dan 89 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pada pasal tersebut, KHL menjadi salah satu komponen utama penghitungan upah minimum. Dengan hilangnya KHL, dia menilai Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 melanggar konstitusi.

Selain itu, penetapan Upah Minimum Provinsi yang ditetapkan Gubernur berdasarkan rekomendasi dewan pengupahan dianggap mematikan peran serikat buruh. Apalagi, selama ini upah minimum ditetapkan dalam perundingan tripartit antara pemda, pengusaha, dan serikat buruh. “Ini namanya merampas hak buruh, merampas konstitusi,” katanya.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman mengatakan cukup lega dengan keputusan pemerintah ini. Dia mengklaim 100 persen anggota GAPMMI menerima aturan tersebut untuk mengurangi terkurasnya energi akibat perundingan upah setiap tahun. “Jumlah pekerja anggota GAPMMI ada 3,8 juta, semua anggota kami menerima aturan ini,” kata Adhi.

Terkait dengan polemik Komponen Hidup Layak, Adhi menyarakan beberapa unsur KHL diganti dengan fasilitas seperti jaminan kesehatan, pendidikan, serta perumahan. Hal itu dirasakan mampu mengurangi beban buruh. Namun, dia membenarkan masih ada delapan provinsi yang belum bisa memenuhi KHL buruh, yang kemudian diberi toleransi oleh Pemerintah selam empat tahun untuk memperbaikinya.

Reporter: Ameidyo Daud Nasution