Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk membuka pasar ekspor lebih luas lagi. Salah satunya dengan kelompok negara yang tergabung dalam Pasar Umum Amerika Selatan (Mercosur).
Mercosur merupakan gabungan lima negara Amerika Latin yakni Brasil, Argentina, Paraguay, Uruguay, dan Venezuela. Namun keanggotaan Venezuela dibekukan sejak 1 Desember 2016 lantaran krisis yang terjadi di negara tersebut.
Duta Besar RI untuk Brasil Edi Yusup mengatakan pemerintah akan terus mengupayakan realisasi perjanjian dagang dengan Mercosur dapat dilakukan dengan cepat. Ini juga bertujuan untuk meningkatkan daya saing kinerja ekspor Indonesia di sana.
"Kalau telat, free trade agreement (FTA) tidak akan menarik lagi untuk Mercosur. Saya sudah coba meyakinkan mereka, makanya ada mission paper," kata Edi dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat (28/8).
Edy mengatakan Mercosur sudah mulai menunjukkan keseriusan dengan memberikan sejumlah persyaratan seperti studi kelayakan dan lainnnya. Secara strategis, finalisasi perjanjian dagang dapat memberikan banyak benefit, salah satunya dari sisi kelonggaran pajak.
Dia menjelaskan pajak impor Brasil masih memberatkan negara lain dengan rata-rata berada di atas 11%. Bahkan 400 komoditas tertentu dikenakan tarif impor mencapai 35%.
Kondisinya semakin buruk dengan beberapa negara Asia Tenggara seperti Singapura dan Vietnam telah menjajaki negosiasi tersebut. Jika terlambat, maka produk-produk ekspor Indonesia akan kalah saing dengan kedua negara itu. "Jika FTA gagal terwujud, kita akan semakin ketinggalan,” katanya.
Lebih lanjut, Edi menjelaskan Brasil merupakan salah satu mitra stragis Indonesia dalam perdagangan internasional. Kendati demikian, nilai perdagangan kedua negara pada 2019 masih mencapai US$ 3 miliar atau setara Rp 43 triliun.
Angka ini berada di bawah Vietnam yang nilainya mencapai US$ 5 miliar atau setara Rp 73 triliun, Malaysia senilai US$ 4 miliar atau setara Rp 58 triliun dan Singapura senilai US$ 3,7 miliar atau setara Rp 54 triliun. "Perdagangan kita dengan Brasil masih nomor empat di Asia Tenggara," kata dia.
Kepala Pusat Pengkajian & Pengembangan Kebijakan Kawasan Amerika dan Eropa (Amerop) Ben Perkasa Drajat menjelaskan, potensi perdagangan Tanah Air dengan Negeri Samba sangat terbuka lebar.
Berdasarkan kajiannya, dalam periode 2015 - 2019 terjadi peningkatan perdagangan kedua negara sebanyak 11%. Namun, ekspor barng dari Indonesia merosot hingga 7%.
Sedangkan total perdagangan RI dan Brasil tahun lalu sebesar US$ 2,9 miliar atau setara Rp 42 triliun. Dari jumlah itu, ekspor Indonesia hanya US$ 1 miliar atau Rp 14 triliun, sedangkan impornya mencapai US$ 1,9 miliar atau Rp 27 triliun. "Sekarang yang menjadi perhatian kami adalah defisit yang hampir dua kali lipat," kata dia.
Ben mengatakan beberapa produk-produk yang berpotensi diekspor ke Brasil adalah alat elektronik, mesin, alat kesehatan dan biji besi. Sedangkan komoditas yang telah ada di sana dan berpotensi ditingkatkan seperti minyak sawit, benang, ban, sepatu dan mesin.
"Kita bisa punya pabrik di sana itu bagus, jadi ada produk yang punya nilai tambah tinggi," kata dia.