JLNT Khusus Road Bike Tuai Pro dan Kontra

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/foc.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kiri) bersepeda saat berangkat kerja menuju kantornya di Jakarta, Kamis (3/6/2021). Pada kegiatan "Bike to Work" dalam rangka memeringati Hari Sepeda Sedunia tersebut Anies mengatakan akan segera membahas regulasi mengenai penggunaan sepeda di Jakarta.
Penulis: Siti Nur Aeni
Editor: Redaksi
8/6/2021, 07.15 WIB

Pandemi Covid-19 mengubah banyak kebiasaan manusia, termasuk dalam berolahraga. Dahulu, saat hendak olahraga kita bisa bebas memilih jenis yang diinginkan. Namun semenjak ada pandemi, pilihan olahraga yang menimbulkan kerumunan dihentikan.

Namun gaya hidup sehat melalui olahraga tidak boleh terhenti. Oleh sebeb itu, banyak pecinta olahraga beralih ke jenis olahraga lain yang lebih aman, salah satunya dengan bersepeda.

Pro Kontra Jalur Road Bike

Sejak pertengahan tahun lalu, tren bersepeda terus meningkat hingga saat ini. Banyak orang merasa olahraga sepeda ini lebih aman dibandingkan dengan yang lainnya. Kemunculan komunitas sepeda, termasuk road bike -walau kurang tepat, kadang kerap disebut sepeda balap- menjadikan jalanan semakin ramai.

Tak jarang hal tersebut sering menjadi pusat perhatian banyak orang. Namun tak sedikit pula yang kurang nyaman. Pasalnya banyak para pengguna jalan raya yang merasa pesepeda sudah menguasai jalanan sehingga aktivitas berkendara mode transportasi lainnya terganggu.

Kadang para pengguna sepeda road bike ini berjejer mengayuh sepeda hingga tengah jalan. Hal tersebut tidak hanya membahayakan keselamatan dirinya, juga menganggu aktivitas berkendara pengguna jalan yang lain.

Untuk mengatasi hal tersebut, Pemprov DKI Jakarta berinisiatif membuat jalur road bike yang diperuntukan khusus untuk pengguna sepeda balap. Namun keputusan tersebut ternyata menimbulkan pro dan kontra dari beberapa kalangan.

Pihak yang pro dengan jalur khusus ini tentu saja para pengguna sepeda balap. Mereka menjadi lebih leluasa berolahraga. Aktivitas mereka juga jadi tidak menganggu atau diganggu oleh pengguna jalan lainnya.

Sementara itu, dari sisi kontra muncul dari anggota DPRD DKI Jakarta. Ada angota dewan dari fraksi PDIP menyebutkan bahwa kebijakan ini hanya membuang-buang anggaran. Sebab, pengguna sepeda sebenarnya hanya sekitar 0,1 persen dari total warga Jakarta. Sementara dana yang diajukan dinilai terlalu besar.

Pembuatan JLNT atau Jalur Layang Non Tol di kawasan Kampung Melayu sampai Tanah Abang ini juga banyak menuai kritik dari para pengguna sepeda non-road bike atau sepeda biasa. Mereka merasa di-diskriminasi karena tidak bisa menggunakan fasilitas tersebut.

Alasan utamanya karena road bike harus dipacu dengan cepat. Sehingga jika jalur road bike juga digunakan bersama dengan sepeda lainnya, hal tersebut dapat mengancam keselamatan dari pengguna jalur tersebut. Meskipun sudah dijelaskan demikian, masih banyak pengguna sepeda non-road bike yang merasa diasingkan dengan fasilitas khusus ini.

Meskipun mendapatkan beberapa respons yang kurang baik, kebiajakan penggunaan JLNT Kampung Melayu – Tanah Abang khusus untuk sepeda balap tetap dijalankan. Bahkan kemarin (6/6/2021), petugas dari Dinas Perhubungan juga berjaga-jaga di bawah flyover keluar yang ada di depan pintu masuk TPU Karet Bivak dan berada di depan Citywalk Sudirman untuk mencegah para pengguna sepeda non-road bike melintasi JLNT tersebut.

Peraturan Bersepeda di DKI Jakarta

Terlepas dari polemik lintasan road bike yang kini tengah hangat diperbincangkan, alangkah baiknya kita juga menilik peraturan di DKI Jakarta terkait penggunaan sepeda di Ibu Kota. Peraturan mengenai tata cara bersepda ini tertulis dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 299 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa pengguna sepeda harus melewati rule on the track-nya masing-masing. Peraturan tersebut sering diabaikan pengguna sepeda, sehingga tak jarang kita kemudian sering melihat para pengguna sepeda yang memenuhi jalan sehingga menyulitkan pengendara lain.

Pengguna sepeda juga dilarang untuk membawa penumpang. Kecuali jika sepeda yang digunakan terdapat tempat khusus untuk penumpang. Harapannya aturan-aturan seputar sepeda dapat diataati oleh seluruh pengguna sepeda baik . Bagi yang melanggar terancaman hukuman pidana 15 hari dan ditambah dengan denda sebesar Rp 100.000.

Terkait polemik yang terjadi sebagai bagian dari kebijalan diberlakukannya JLNT khusus untuk road bike banyak pihak meminta untuk ditinjau kembali. Salah satunya adalah Pengamat Kebijakan Publik yang menilai kebijakan tersebut sangat diskriminatif sehingga layak untuk dihentikan.

Namun terlepas dari hal tersebut, kebijakan adanya jalur khusus untuk road bike ini juga ada sisi positifnya. Disinilah tugas dari pemerintah provinsi DKI Jakarta yang harus menyelaraskan kebijakan tersebut agar dapat diterima oleh seluruh kalangan tanpa ada yang merasa dirugikan.