Singkong merupakan pangan lokal alternatif penghasil karbohidrat selain beras dan jagung, yang memiliki potensi sebagai bahan pangan yang dapat diolah menjadi berbagai macam jenis makanan dan berpotensi besar untuk diekspor serta dikembangkan di pasar global.
Plt Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian Reni Yanita mengatakan, produk singkong beku menjadi salah satu yang sudah merambah pasar global.
Singkong tersebut kemudian diolah menjadi produk cemilan premium di berbagai negara seperti Amerika Serikat dan Eropa.
"Seperti yang kita ketahui, bahwa pasar global menginginkan produk berkualitas yakni singkong yang berwarna putih, rasanya enak, tidak pahit dan dengan kandungan sianida yang rendah, serta fresh pada saat diterima," kata Reni dalam acara Indonesia Food Innovation Awards, Kamis (28/10).
Reni menyebut, ekspor singkong beku dari Indonesia cukup menggembirakan. Pada tahun 2020 Indonesia telah mengekspor produk singkong beku sebanyak 16.529 ton dengan nilai US$ 9,7 juta (Rp 137 miliar).
Jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun 2019 yakni sebesar 4.829 ton dengan nilai US$ 4,1 juta (Rp 58 miliar) atau meningkat sebesar 135%.
Melihat potensi komoditas umbi lokal tersebut, Kemenperin melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (Ditjen IKMA) terus mendukung pengembangan industri kecil dan menengah (IKM) khususnya pengolahan komoditas umbi-umbian seperti singkong.
"Indonesia juga mengekspor olahan singkong dalam bentuk lainnya, seperti keripik singkong dan pati ubi kayu. Tidak hanya itu, IKM juga mampu meningkatkan nilai tambah komoditas singkong yang diolah menjadi tepung mocaf sebagai bahan baku dalam industri pangan lainnya," kata dia.
Tepung modified cassava flour (mocaf) atau tepung ubi kayu adalah tepung yang direkomendasikan sebagai alternatif subtitusi tepung terigu.
Selain itu, berdasarkan taraf karakteristiknya, tepung mocaf juga sesuai dengan konsumen yang mencari makanan bebas gluten.
"Kami sangat mendukung berbagai inovasi pangan oleh IKM yang dapat mendukung bahan baku lokal dan memiliki kebaruan manfaat untuk menghadapi tantangan pasar global," katanya.
Selain produk singkong dan olahan singkong, Reni mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan pasar rempah dan bumbu untuk lebih mendunia.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong IKM olahan rempah dan bumbu untuk terus berinovasi dan menyesuaikan dengan pasar, sehingga sejalan dengan kampanye Indonesia Spice Up The World.
Dilansir dari laman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Indonesia Spice Up The World merupakan salah satu program pemerintah untuk meningkatkan pemasaran produk bumbu atau pangan olahan dan rempah Indonesia. Terutama di Afrika, Australia, dan negara potensial lainnya.
Tidak hanya itu, Indonesia Spice Up The World juga diharapkan dapat mengembangkan dan menguatkan restoran Indonesia di luar negeri, atau sebagai bagian dari gastrodiplomasi restoran.
Sehingga dengan adanya Indonesia Spice Up TheWorld diharapkan dapat meningkatkan ekspor pangan olahan, terutama bumbu rempah.
Adapun target utama dari program ini adalah dapat menghadirkan 4.000 restoran Indonesia di luar negeri pada 2024, serta meningkatkan nilai ekspor bumbu dan rempah mencapai US$ 2 miliar atau sekitar Rp 28 triliun.
"Saat ini Indonesia berada di peringkat 18 negara-negara eksportir bumbu di dunia, dengan nilai sebesar US$ 133 juta (Rp 1,8 triliun). Ini masih kalah jauh dibandingkan dengan Thailand yang berada di urutan ke-empat dengan nilai US$ 773 juta (Rp 10 triliun)," kata Reni.
Pihaknya berupaya mendorong para pelaku IKM untuk bisa berkontribusi dalam meningkatkan nilai ekspor rempah, bumbu maupun produk lainnya.
Dengan jumlah IKM di sektor makanan dan minumam saat ini sebanyak 1,68 juta unit usaha, ia mengharapkan IKM dapat memberikan kontribusi yang tidak sedikit terhadap perekonomian indonesia.