Ekspor Industri Makanan-Minuman Tembus Rp 465 Triliun hingga September

ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/wsj.
Pekerja menata berbagai macam produk makanan dari berbagai UMKM di Kelompok Usaha Bersama (KUB) Batang Coffee, Tersono, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Selasa (26/10/2021). KUB Batang Coffee menggandeng UMKM makanan untuk membuka lapangan kerja bagi warga setempat saat pandemi COVID-19
15/12/2021, 08.56 WIB

Industri makanan dan minuman (mamin) konsisten memberikan kontribusi signifikan bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Ekspor industri makanan dan minuman mengalami kenaikan di tengah pandemi Covid-19. 

Sepanjang bulan Januari-September 2021, total nilai ekspor industri mamin mencapai US$ 32,51 miliar (Rp 465 triliun) atau meningkat 52% dibanding periode yang sama tahun 2020.

Sementara itu, neraca perdagangan industri mamin pada Januari-September 2021 juga mengalami surplus sebesar US$ 22,38 miliar (Rp 320 triliun).

Plt. Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika menyebutkan, Produk Domestik Bruto (PDB) industri makanan dan minuman tumbuh positif sebesar 3,49% pada kuartal III 2021.

Kenaikan tersebut seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang kembali tumbuh positif menyentuh angka 3,51%.

 Selain itu, peran industri mamin dalam mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional, juga ditunjukkan dengan meningkatnya kontribusi PDB industri mamin terhadap PDB industri pengolahan nonmigas yang mencapai 38,91% pada periode yang sama.

“Industri mamin juga merupakan salah satu sektor yang memiliki permintaan tinggi ketika pandemi, karena masyarakat tetap perlu mengonsumsi asupan bergizi untuk meningkatkan imunitas tubuhnya dalam upaya menjaga kesehatan,” kata Putu dalam keterangan resminya, Selasa (14/12).

Sebelumnya, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) mengatakan sejumlah jenis produk makanan dan minuman mengalami pertumbuhan signifikan selama pandemi Covid-19.

Produk-produk tersebut di antaranya produk bernutrisi seperti susu serta produk yang menunjang aktivitas memasak di rumah di antaranya produk bumbu, margarin, dan makanan beku.

Putu mengatakan, walaupun sektor industri mamin terus menunjukan tren pertumbuhan yang positif.

Namun, namun pemerintah dan pelaku industri tetap harus bersiap dalam mengantisipasi dan mengatasi tantangan ketersediaan pangan dan energi.

Apalagi, berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, industri mamin merupakan salah satu sektor yang mendapat prioritas pengembangan pada era industri 4.0.

 Ia menjelaskan, sebagaimana disebutkan dalam laporan Food and Agriculture Organization (FAO), pembatasan kegiatan selama pandemi berpengaruh terhadap lalu lintas barang dan komoditas antar negara yang berdampak pada persediaan pangan, terutama komoditas yang masih banyak impor.

Oleh karena itu, strategi untuk mengatasi tantangan tersebut, di antaranya melalui pembangunan food estate, penyiapan cold storage, dan rantai dingin.

Ia mengatakan, pelajaran dari krisis energi yang terjadi di dunia saat ini adalah ketidaksiapan sejumlah negara dalam melakukan transisi dari energi fosil ke energi ramah lingkungan. 

"Kita perlu mengantisipasi agar hal ini tidak terjadi di Indonesia,” ujar dia.

Selain ekspor, industri makanan merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja sepanjang pandemi corona.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), proporsi tenaga kerja di industri makanan mencapai 3,75% pada 2020.

Proporsi tersebut tercatat meningkat 0,01 poin persen jika dibandingkan pada 2019 yang sebesar 3,74%. Hal tersebut menandakan bahwa industri mamin masih ekspansif, meski ada pandemi corona.


Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi