Kementerian Perdagangan masih berhati-hati dalam mendorong ekspor tanaman kratom. Status tanaman tersebut saat ini masih belum mendapat lampu hijau dari Badan Narkotika Nasional dan Kementerian Kesehatan.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Didi Sumedi mengatakan identitas kratom sebagai komoditas bebas psikotropika masih belum jelas. Menurut dia, status tanaman ini masih dibahas oleh Badan Narkotika Nasional dan Kementerian Kesehatan.
"Ini mungkin menjelaskan bahwa memang secara legal formal belum dilarang, tapi kami pun hari-hati mengekspor dalam kratom," kata Didi di Kantor Gedung Kementerian Perdagangan, Kamis (5/10).
Kratom merupakan tanaman herbal dengan nama latin Mitragyna speciosa. Di daerah Kalimantan, tanaman ini juga disebut dengan nama purik. Kratom masih satu keluarga dengan tanaman kopi-kopian. Tinggi pohonnya mencapai 4 hingg 16 meter. BNN mendata, jumlah pohon kratom telah lebih dari 44 juta unit.
Berdasarkan data Dinas Koperasi, UKM, dan Perdagangan Kabupaten Kapuas Hulu (2020), terdapat 18.120 petani kratom dengan luas lahan 11.225 hektare yang tersebar di 22 kecamatan. Hasil identifikasi Pusat Laboratorium Narkoba BNN menyatakan kratom mengandung senyawa mitragyna dan 7-Hydroxymitragynine. Senyawa tersebut memiliki efek analgesik, anti-inflamasi atau pelemas otot.
Daun dari tanaman ini pun mengandung metabolit sekunder golongan alkaloid, steroid atau terpenoid, serta saponin. Tanaman ini biasanya diolah menjadi teh, suplemen, kapsul, tablet, bubuk, hingga bentuk cair.
Adapun penggunaan kratom sebagai obat telah dilakukan di berbagai negara, termasuk Malaysia, Myanmar dan Thailand. Di Kalimantan, kratom sudah dikonsumsi sejak dulu oleh masyarakat untuk meredakan rasa sakit, kelelahan, dan kesehatan kulit.
Didi mengatakan, pembahasan terkait legalitas kratom bersama BNN telah dilakukan sejak September 2023. Ia menilai, pembahasan tersebut penting lantaran petugas bea cukai pun belum dapat mengkategorikan kratom sebagai komoditas legal atau tidak.
Lantaran status komoditas tersebut masih abu-abu, Didi menyampaikan Kemendag belum pernah mengeluarkan surat persetujuan ekspor kratom. Ia mencatat, kratom masuk dalam daftar komoditas yang tidak diatur proses ekspornya.
Namun demikian, menurut dia, Kratom telah tercatat di Badan Pusat Statistik sebagai salah satu komoditas yang diekspor. Ekspor kratom dapat dilakukan lantaran tidak dilarang. Larangan ekspor baru akan dirilis jika komoditas tersebut telah masuk ke dalam daftar negatif ekspor. "Tapi, kratom belum dinyatakan masuk dalam aturan khusus secara legal formal untuk dilarang," katanya.
Kemendag mencatat, volume ekspor kratom pada Januari-Mei 2023 telah mencapai 3.410 ton dengan nilai US$ 7,33 juta. Nilai ekspor kratom tumbuh 52,04% dari capaian periode yang sama tahun lalu senilai US$ 4,82 juta.
Mayoritas kratom yang diekspor tersebut berasal dari DKI Jakarta atau hingga 60,75%. Provinsi dengan kontribusi nilai ekspor kratom terbesar selanjutnya adalah Kalimantan Barat atau sebesar 13,34%.
Sebanyak 10 negara tercatat menjadi pembeli terbesar kratom lokal, yakni Amerika Serikat, Jerman, India, Czech, Jepang, Belanda, Cina, Korea Selatan, Taiwan, dan Uni Emirat Arab. Adapun nilai pembelian kratom oleh Amerika Serikat pada lima bulan pertama 2023 mencapai US$ 4,86 juta.