Harga referensi komoditas minyak kelapa sawit atau CPO untuk penetapan bea keluar dan tarif pungutan ekspor periode 16-31 Oktober 2023 ditetapkan sebesar US$ 740,67/metrik ton. Harga referensi tersebut anjlok 10,48% dibandingkan periode sebelumnya 1-5 Oktober 2023 sebesar US$ 827,37/metrik ton.
"Saat ini, harga referensi CPO mengalami penurunan yang mendekati ambang batas US$ 680/MT. " ujar Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Budi Santoso seperti dikutip dari siaran pers, Selasa (17/10).
Berdasarkan harga referensi tersebut, menurut dia, bea keluar yang ditetapkan untuk produk CPO adalah sebesar US$18/MT, sedangkan pungutan ekspor atau tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit ditetapkan sebesar US$75 dolar/MT.
Penetapan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1733 Tahun 2023 tentang Harga Referensi Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan BLU BPD-PKS periode 16-31 Oktober 2023.
Ia menjelaskan, sumber harga untuk penetapan HR CPO tersebut diperoleh dari rata-rata harga selama periode 25 September 2023 hingga 9 Oktober 2023 pada bursa CPO di Indonesia sebesar US$709,58/MT, bursa CPO di Malaysia sebesar US$771,74/MT dan pasar lelang CPO Rotterdam sebesar US$848,66/MT.
Berdasarkan Permendag Nomor 46 Tahun 2022, perhitungan harga referensi CPO menggunakan rata-rata dari dua sumber harga yang menjadi median dan sumber harga terdekat dari median jika terdapat perbedaan harga rata-rata pada tiga sumber harga sebesar lebih dari 40 dolar AS. Dengan demikian, harga referensi bersumber dari Bursa CPO di Malaysia dan Bursa CPO di Indonesia.
Budi mengatakan, penurunan harga CPO ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pelemahan permintaan dari negara konsumen seperti Tiongkok dan India, proyeksi peningkatan persediaan minyak kelapa sawit di Malaysia dengan jumlah tertinggi sejak Oktober 2022, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, serta penurunan harga minyak nabati lainnya.