Staedtler akan Bawa Kasus Pidana Lokal ke Arbitrase Internasional

Instagram/staedtler
Ilustrasi.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
23/11/2023, 14.08 WIB

Staedtler Noris Gmbh berniat membawa kasus pemidanaan tiga perwakilannya di Indonesia ke Pengadilan Arbitrase Internasional. Pemidanaan tersebut dilakukan terhadap tiga perwakilan mereka karena dianggap merekayasa Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Staedtler Indonesia atau PTSI dan memalsukan dokumen

Kuasa Hukum Staedtler Noris Todung Mulya Lubis mengatakan, ketiga perwakilan Staedtler tersebut ditahan aparat penegak hukum sejak 11 oktober 2023. Ketiga orang tersebut adalah advokat lokal Zuhesti Prihadini, advokat asing Philipp Kersting, dan Presiden Direktur PTSI Rudi Tanran yang ditunjuk dalam RUPSLB tersebut.

Todung menyampaikan, perkara tersebut disidangkan di Pengadilan Negeri Tangerang sejak 16 Oktober 2023 dan masih berlanjut saat ini. Menurutnya, hasil persidangan tersebut akan menentukan langkah Staedtler Noris selanjutnya.

"Kami akan mencadangkan untuk memilih opsi ke pengadilan arbitrase, tetapi belum ada keputusan untuk itu," kata Todung dalam konferensi pers, Kamis (23/11).

Todung berpendapat, pemerintah harus memberikan perlindungan pada investor asing.  Menurut dia, investor dapat membawa masalah hukum ke pengadilan arbitrase jika pemerintah dianggap tidak melakukan perlindungan yang cukup pada investor asing. 

Ia menjelaskan, Staedtler Noris merupakan pemegang saham mayoritas atau 74,95% dari total saham PTSI sejak 1978. Sementara itu, PT Asaba Utama Corporatama atau AUC memiliki 25,05% saham PTSI.

PT AUC mempidanakan ketiga perwakilan Staedtler dengan tuduhan perbuatan melawan hukum. AUC menuduh ketiga perwakilan tersebut membuat dokumen palsu hasil RUPSLB pada 28 Maret 2022.

Kuasa Hukum Staedtler Noris Maqdir Ismail mengatakan, Staedtler Noris harus mengutus perwakilan lantaran perusahaan pensil asal jerman tersebut tidak memiliki perwakilan di susunan direksi maupun komisaris.  Presiden Direktur saat ini diduduki oleh Direktur Utama AUC Dionesius Setiabudi.

Ia juga menuduh direktur perwakilan Staedtler Noris di PTSI telah membelot ke kubu AUC. Dengan demikian, Maqdir berpendapat Staedtler Noris tidak memiliki perwakilan di PTSI walaupun berstatus sebagai pemegang saham mayoritas.

Staedtler Noris  pun mengajukan RUPSLB pada tahun lalu. Agenda RUPSLB tersebut adalah mengganti Presiden Direktur PTSI dengan orang pilihan Staedtler Noris.

Namun keputusan agenda tersebut akhirnya ditentukan oleh Dionesius lantaran suara di susunan direksi imbang. Menanggapi hal tersebut, dua advokat yang diutus Staedtler Noris mengumumkan pada RUPSLB tersebut untuk melanjutkan RUPSLB tanpa kehadiran jajaran direksi maupun komisaris di gedung yang sama.

"Anggaran Dasar PTSI mengatakan kalau tidak ada jajaran direksi dan komisaris, maka RUPS bisa dipimpin oleh perwakilan yang ditunjuk pemegang saham," kata Maqdir.

Maqdir menceritakan perwakilan Staedtler Noris sepakat mengangkat Zuhesti sebagai pemimpin RUPSLB dan mengangkat Rudi sebagai Presdir PTSI. Maqdir menyampaikan hasil RUPSLB yang telah disahkan oleh notaris tersebut merupakan dokumen yang dinilai AUC sebagai dokumen palsu.

Maqdir menilai proses pengadilan kasus pidana ketiga orang tersebut sebagai hal yang janggal. Sebab, kuasa hukum Staedtler Noris baru mendapatkan berkas perkara dua minggu setelah perkara dilimpahkan ke pengadilan pada 16 Oktober 2023.

Ia mendapat informasi hal tersebut merupakan arahan Kejaksaan Agung. Namun, Maqdir menemukan bahwa hal tersebut merupakan keputusan Jaksa Penuntut Umum dalam kasus tersebut. Selain itu, Maqdir menemukan keterangan yang sama dari empat orang saksi yang berbeda dalam Berita Acara Pemeriksaan JPU. Menurutnya, keempat saksi tersebut diperiksa pada waktu yang berbeda.

Dari keterangan resmi yang dipublikasikan di sejumlah media, AUC menilai agenda RUPSLB tersebut merupakan bagian rencana likuidasi PTSI oleh Staedtler Noris. AUC juga menyatakan ketiga perwakilan Staedtler Noris tidak melanjutkan RUPSLB, tapi walk-out dan membuat RUPSLB ditutup.

Oleh karena itu, AUC menilai dokumen hasil RUPSLB yang dilanjutkan perwakilan Staedtler Noris sebagai dokumen palsu. Perusahaan pun melaporkan ketiga perwakilan tersebut ke Kepolisian dengan tuduhan memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik.

Direktur Utama AUC Dionesius Setiabudi mengatakan kasus tersebut kini dalam tahap kasasi. Dionesius berharap agar hasil persidangan tersebut baik bagi perusahaan agar tidak mengganggu kinerja.

Reporter: Andi M. Arief