Mengintip Sosok di Balik Melimpahnya Biji Kopi Starbucks di Indonesia

Ade Rosman/Katadata
Seorang petani kopi, Dana, memeriksa biji kopi yang ada di lahannya Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Kamis (16/5).
17/5/2024, 07.01 WIB

Kebun kopi itu memiliki jarak tempuh sekitar 1,5 jam dari pusat Kota Bandung, Jawa Barat, jika kita menggunakan kendaraan bermotor. Tanaman kopi terhampar di lahan seluas dua hektare yang dikelilingi gunung di desa Lebak Muncang, Ciwidey, Kabupaten Bandung.

Petani kopi, Dana, menanam beberapa jenis komoditas tersebut sebagai mata pencaharian utamanya. Warga asli Ciwidey itu menyewa lahan itu dari Perusahaan Umum Kehutanan Negara atau Perum Perhutani. Sementara untuk benih kopinya, mendapat bantuan dari PT Sari Coffee Indonesia (SCI), pemegang lisensi resmi Starbucks di Indonesia.

“Dua macam (benih). Gayo, dan Komasti,” kata Dana di Ciwidey, Kamis (16/5).

Selain mendapat bantuan benih, Dana mengatakan, Starbucks juga memberikan bantuan lainnya kepada para petani kopi di sekitar Gunung Tambakruyung. Bantuan tersebut berupa edukasi dan pelatihan berkaitan dengan penanaman kopi.

Kopi Starbucks (Ade Rosman/Katadata)

Dana sudah menjadi petani kopi selama satu dekade. Ia membeberkan terdapat perbedaan signifikan yang dirasakan usai mendapat bantuan dari Starbucks. Setelah mendapatkan pemahaman soal perawatan kopi yang ideal, dia kini bisa menjual komoditas budidayanya dengan harga lebih baik karena kualitasnya meningkat.

Dia mengatakan, peningkatan kualitas panen kopi berbanding terbalik dengan kuantitas yang saat ini kian menurun lantaran iklim dan juga usia pohon yang kian tua. Namun begitu, harga jual buat kopi siap petik saat ini mencapai Rp 14.000 per kilogram, jauh lebih besar dari sebelumnya yang hanya sekitar Rp 4.000 hingga Rp 4.500 per kilogramnya.

Kopi Starbucks (Ade Rosman/Katadata)

Sementara untuk lahan, petani kopi di Ciwidey biasanya menggunakan sistem bagi hasil atau dibayar sesuai luas tanah. Dana sendiri menggunakan perhitungan Rp 250.000 per hektar untuk satu tahun. Di Jawa Barat, kopi dipanen dalam jangka waktu satu tahun sekali.

“Tapi dari Perhutani ada kebijakan, sesuai dengan kondisi lapangan, bisa kurang dari Rp 250 ribu,” kata Dana.

Coffee & Partner Engagement Division Manager Starbucks Indonesia, Mirza Luqman Effendy, Farrmer Support Center memiliki tujuan utama untuk keberlangsungan hidup kopi itu sendiri. Starbucks Indonesia memberikan bantuan berupa benih hingga mengedukasi petani lokal.

“Tidak ada tujuan untuk pemaksaan atau pengarahan penjualan petani yang dibina itu ke Starbucks, jadi kita hanya mengedukasi tujuan utama untuk kelangsungan hidup kopi, jadi sustainability kopi itu yang paling penting dan juga pelaksanaan cafe practices,” kata Mirza di Ciwidey, Jawa Barat.

Berdasarkan hal itu, kata Mirza, Starbucks fokus pada pengembangan dari sisi ekonomi juga tata pelaksanaan komunitas kopi di Indonesia.

Mirza mengungkapkan, saat ini sekitar 40% dari total produksi arabica di Indonesia diserap oleh Starbucks. Sedangkan dari komposisi kopi di Starbucks secara global, 50%-nya mengambil dari Amerika Latin dan Amerika Tengah, sekitar 30% dari Afrika, dan 20% dari Asia-Pasifik.

“Di sini kedepannya pastinya dengan kami bekerja sama dengan supplier dan petani. Kami ingin pengembangan budi daya kopi ini dan juga komoditas kopi ini makin bisa diserap oleh Starbucks,” kata dia.

Reporter: Ade Rosman