Filipina tengah menghadapi tantangan dalam mengadopsi penggunaan kecerdasan buatan atau AI. PR Expert Filipina Anna Pislak menyebut, baru 22% organisasi di negaranya yang siap menggunakan AI.
Ia mengutip data yang termuat dalam The new Cisco 2024 AI Readiness Index. "Hanya ada 17% organisasi yang sudah memanfaatkan AI dalam kegiatannya,” kata Anna dalam acara World Public Relations Forum (WPRF) 2024 di Nusa Dua, Bali pada Rabu (20/11).
Anna mengatakan, rendahnya penggunaan AI di Filipina juga termasuk pada bidang hubungan masyarakat atau PR. Dia menyebut para praktisi PR di Filipina saat ini sedang mengejar ketertinggalan.
Meski masih tertinggal, Anna menyadari bahwa penggunaan AI perlu dilakukan secara bertanggung jawab. Menurutnya, praktik tanggung jawab ini dapat diusahakan melalui tiga cara. Pertama, menciptakan kepatuhan terhadap hukum privasi.
Anna memastikan setiap data yang diolah menggunakan AI akan tetap patuh terhadap aturan hukum privasi, baik yang berlaku di Filipina maupun global.
“Kami memprioritaskan mendapat persetujuan eksplisit dari individu saat menggunakan data pribadi mereka, termasuk menyamarkan informasi jika dimungkinkan. Hal ini untuk melindungi hak-hak individu tersebut,” ujarnya.
Kedua, berusaha menggunakan desain dan aplikasi AI yang etis, tidak memanipulasi dan menipu publik. “Kami memastikan konten yang dihasilkan oleh AI dapat diidentifikasi dengan jelas, dan menghindari praktik seperti deepfake yang menghasilkan informasi menyesatkan,” katanya.
Selain itu, penggunaan secara etis juga diwujudkan dengan mengaudit aplikasi AI secara berkala. Hal ini untuk menghindari bias dalam pembuatan informasi.
Ketiga, melatih sumber daya manusia secara berkesinambungan. Anna mengatakan langkah ini ditempuh dengan memastikan setiap individu memahami persyaratan hukum yang berlaku, menggunakan AI dengan etika.