Pemerintah Temukan 14 Pengembang FLPP Nakal, Bangun Rumah di Bawah Standar Layak
Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman menemukan 14 pengembang nakal di Jabodetabek yang terlibat dalam program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan. Belasan pengembang itu dinilai menyalahgunakan tata kelola anggaran negara hingga Rp 2,53 triliun.
Inspektur Jenderal Kementerian PKP Heri Jerman mengatakan, setiap pengembang nakal itu membangun antara 1.000 sampai 1.200 unit rumah dalam program FLPP. Adapun penyalahgunaan tata kelola tersebut tercermin pada mutu rumah terbangun yang di bawah standar rumah layak.
"Hal ini merugikan penghuni rumah FLPP. Bayangkan ,sebagian penghuni meninggalkan rumah tersebut setelah hanya tiga bulan dihuni," kata Heri di kantornya, Kamis (13/2).
Sebanyak 60% dana dalam program FLPP pada tahun lalu berasal dari anggaran negara, sementara 40% berasal Badan Layanan Usaha Kementerian Keuangan, yakni PT Sarana Multigriya Finansial. Dengan kata lain, total anggaran negara yang tata kelolanya disalahgunakan 14 pengembang tersebut sekitar Rp 1,5 triliun.
Harga rumah FLPP di Jabodetabek mencapai Rp 185 juta per unit pada tahun lalu. Dengan demikian, 14 pengembang nakal tersebut berkontribusi sekitar 14% dari total anggaran program FLPP tahun lalu senilai Rp 18 triliun.
Heri mengaku telah meminta Badan Pemeriksa Keuangan untuk melakukan audit dengan tujuan tertentu kepada 14 pengembang tersebut. Ini penting untuk menemukan apakah pembangunan rumah di bawah standar tersebut telah merugikan negara atau tidak.
Ia pun erencana menginstruksikan 14 pengembang tersebut untuk memperbaiki rumah di bawah standar yang telah dihuni. Jika tidak diindahkan, Heri akan menyerahkan nasib 14 pengembang nakal tersebut ke aparat penegak hukum.
"Kami memberikan kesempatan pada pengembang untuk memberikan yang terbaik pada bangsa dan negara, jangan hanya memikirkan keuntungan. Lagipula, kami sudah menghitung para pengembang masih untung dengan skema yang benar," katanya.
Perluas Kriteria Nakal
Heri berencana memperluas kriteria pengembang nakal dalam waktu dekat. Sejauh ini, pengembang dinilai nakal jika rumah yang dibangun di bawah standar rumah layak.
Perluasan kriteria tersebut nantinya akan mencakup pengembang yang tidak membangun rumah, membangun rumah tidak layak fungsi, dan tidak memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dalam konstruksi.
Karena itu, Heri berencana membangun pusat panggilan agar nasabah program FLPP dapat melakukan aduan terkait huniannya. "Call center ini akan kami luncurkan dalam waktu dekat," katanya.
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) bakal menindak 4.000 developer atau pengembang properti yang tidak bertanggung jawab. Sebelumnya, Presiden Direktur BTN Nixon Napitupulu mengatakan para developer yang tidak bertanggung jawab tersebut menyebabkan ribuan sertifikat Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bermasalah. Ia menyebutkan ada 120 ribu unit rumah KPR yang belum memiliki sertifikat sejak 2019.
"Kurang lebih ada 4.000 proyek rumah atau 4.000 atau pengembang (yang tidak bertanggung jawab)," kata Nixon dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jakarta, Selasa (21/1).
Nixon mengatakan BTN tengah berupaya menyelesaikan masalah tersebut sebelum memulai program pembangunan tiga juta rumah yang menjadi salah satu program besar dari Presiden Prabowo Subianto.
"Internal BTN terus melakukan beberapa upaya karena kami ingin program 3 juta ini berlangsung dengan sangat baik, mulus, efisien, oleh karena itu kita terus melakukan perbaikan data," ujar Nixon.