WHO Kritik Lambatnya Pelaksanaan Vaksinasi di Eropa yang Baru 10%

ANTARA FOTO/REUTERS/Gonzalo Fuentes/RWA/sa.
Tim bersepeda nasional Prancis berlatih t orang-orang menunggu untuk mendapatkan dosis vaksin "Comirnaty" Pfizer-BioNTech COVID-19 sebagai bagian dari kampanye vaksinasi penyakit virus corona di Velodrome National of Saint-Quentin-en-Yvelines dalam ruangan di Montigny-le- Bretonneux, barat daya Paris, Prancis, Jumat (26/3/2021).
Penulis: Happy Fajrian
2/4/2021, 17.39 WIB

Badan kesehatan dunia (WHO) mengkritik pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Eropa yang dinilai lambat. WHO Regional Director for Europe Hans Kluge memperingatkan penundaan vaksinasi bisa mengakibatkan pandemi berlangsung lebih lama karena virus corona berbagai varian terus menyebar.

“Pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Eropa benar-benar lambat. Peluncuran vaksin lambat. Kita harus mempercepat proses ini dengan meningkatkan produksi, mengurangi hambatan dalam pemberian vaksin,” ujarnya melalui keterangan seperti dikutip dari Reuters, Jumat (2/4).

Dia menambahkan bahwa sejauh ini baru 10% dari populasi Eropa yang telah menerima suntikan dosis pertama vaksin Covid-19, dan hanya 4% yang telah divaksin secara lengkap. Eropa tertinggal di belakang Inggris dan Amerika Serikat (AS) soal pemesanan vaksin, dan lebih lambat dalam mengeluarkan izin.

Bahkan setelah vaksin mendapatkan izin, vaksinasi tetap berjalan lambat. Padahal, kata Kluge, infeksi Covid-19 baru di Eropa terus meningkat pada setiap kelompok usia, kecuali di kelompok lansia di atas 80 tahun.

Menurut dia, perkembangan ini menjadi tanda bahwa vaksinasi yang diberikan kepada kelompok penduduk usia lebih tua telah membuahkan hasil. Sementara proses vaksinasi yang lambat membuat kelompok usia yang lebih muda menjadi lebih rentan tertular.

“Sementara varian-varian yang dikhawatirkan terus menyebar dan rumah sakit semakin kewalahan. Hari raya keagamaan (paskah) memunculkan kemungkinan peningkatan mobilitas,” ujarnya.

Oleh karena itu ia mendesak agar negara-negara di Eropa mempercepat pemberian vaksinnya. Meski demikian dia mengakui bahwa ada sejumlah masalah yang membuat vaksinasi berjalan lambat.

Mulai dari pasokan vaksin yang terbatas, perselisihan tentang ekspor dan penundaan produksi oleh beberapa produsen vaksin, serta kekhawatiran soal keamanan vaksin, utamanya yang diproduksi AstraZeneca dan Universitas Oxford usai munculnya banyak kasus pembekuan darah.

Kekhawatiran tersebut membuat beberapa negara Eropa menunda untuk menyuntikkan vaksin AstraZeneca kepada warganya. Bahkan beberapa negara di Benua Biru ini, seperti Jerman, melarang penggunaan vaksin tersebut kepada lansia yang berusia di atas 60 tahun.

Sejumlah badan pengawas obat-obatan serta WHO sendiri telah menyatakan bahwa manfaat vaksin Astra Zeneca lebih besar dibandingkan risikonya. Di saat yang sama, kasus-kasus pembekuan darah terus dipelajari dan dicari penyebabnya.