Cina Akhirnya Buka Data, Kematian Akibat Covid-19 Tembus 60 Ribu

ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song/WSJ/cf
Ilustrasi. Cina mengalami lonjakan kasus Covid-19 setelah melonggarkan kebijakan pembatasan.
Penulis: Agustiyanti
16/1/2023, 07.48 WIB

Pemerintah Cina melaporkan kematian akibat Covid-19 di rumah sakit mencapai 60 ribu orang sejak mereka melonggarkan kebijakan pembatasan ketat. Ini merupakan lonjakan besar setelah muncul kritik global terkait data Covid-19 di negara tersebut. 

Pada awal Desember, Cina meninggalkan kebijakan pembatasan ketat yang selama tiga tahun terakhir diterapkan untuk mengejar nol kasus Covid-19 seelah protes yang meluas pada November. Tak ada lagi pengujian terus menerus, pembatasan perjalanan, lockdown massal. Namun, kasus melonjak di seluruh negara tersebut. 

Seorang pejabat kesehatan mengatakan pada Sabtu (13/1) bahwa jumlah pasien Covid-19 yang membutuhkan rawat inap di rumah sakit telah memuncak dan jumlah pasien tersebut kini mulai menurun. 

"Antara 8 Desember 2022 hingga 12 Januari 2023, kematian akibat Covid-19  mencapai 59.938," ujar Kepala Biro Administrasi Medis di bawah Komisi Kesehatan Nasional (NHC) Jiao Yahui dalam jumpa pers, seperti dikutip dari CNBC

Ia menjelaskan, sebanyak 5.503 kematian disebabkan oleh gagal napas akibat Covid-19, sedangkan sisanya yang merupakan penyebab terbesar kematian Covid-19 adalah komplikasi dengan penyakit lainnya. 

Pakar kesehatan internasional memperkirakan Cina akan menghadapi setidaknya 1 juta kematian akibat Covid-19 tahun ini. Negara yang pertama kali melaporkan Covid-19 ini hanya mencatatkan 5.000 kasus selama tiga tahun sebelum menghapus kebijakan pembatasan ketat, salah satu tingkat kematian terendah di dunia.

Pihak berwenang telah melaporkan lima atau lebih sedikit kematian dalam sehari selama sebulan terakhir.  Angka yang tidak konsisten dengan antrian panjang yang terlihat di rumah duka dan kantong jenazah yang terlihat meninggalkan rumah sakit. 

Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mengatakan pada pekan ini bahwa Cina tidak melaporkan kematian akibat Covid-19 meski ada informasi terkait lonjakan kasus di negara tersebut. Namun, WHO tak segera memberikan komentar terkait rilis data kematian Cina.

Cina yang terakhir kali melaporkan angka kematian akibat Covid-19 setiap Senin, telah berulang kali membela diri terkait laporan data Covid-19 yang mereka sampaikan. 

“Standar tersebut pada dasarnya sejalan dengan yang diadopsi oleh Organisasi Kesehatan Dunia dan negara-negara besar lainnya,” katanya.

Seorang pakar kesehatan Cina pada konferensi pers pemerintah bulan lalu mengatakan hanya kematian yang disebabkan oleh pneumonia dan gagal napas setelah tertular Covid-19 yang akan diklasifikasikan sebagai kematian akibat Covid-19. Serangan jantung atau penyakit kardiovaskular yang menyebabkan kematian orang yang terinfeksi tidak akan mendapatkan klasifikasi tersebut.

Yanzhong Huang, rekan senior untuk kesehatan global di Dewan Hubungan Luar Negeri di New York mengatakan, peningkatan kematian sepuluh kali lipat yang diumumkan pada hari Sabtu menunjukkan bahwa pembalikan kebijakan COVID Cina memang terkait dengan peningkatan tajam dalam kasus parah dan kematian. Ini terutama terjadi di kalangan orang yang lebih tua.

Namun, menurut dia, tidak jelas apakah data baru secara akurat mencerminkan kematian yang sebenarnya karena dokter tidak disarankan untuk melaporkan kematian terkait Covid-19 dan jumlahnya hanya mencakup kematian di rumah sakit.

“Di pedesaan misalnya, banyak lansia meninggal di rumah tetapi tidak dites Covid019 karena kurangnya akses alat tes atau keengganan mereka untuk dites,” ujarnya.

Tren Kematian Menurun

Pemerintah Cina memastikan  jumlah pasien yang membutuhkan perawatan darurat telah menurun. Demikian pula dengan jumlah pasien di klinik demam yang dites positif Covid-19  yang juga terus menurun. Jumlah kasus yang parah juga telah memuncak, meski tetap pada level tinggi dan sebagian besar pasien berusia lanjut.

Cina telah memastikan untuk memperkuat pasokan obat-obatan dan peralatan medis di daerah pedesaan. Mereka juga meningkatkan pelatihan staf medis garis depan di wilayah tersebut.

Di sisi lain, liburan Tahun Baru Imlek yakni ketika ratusan juta orang pulang dari kota ke kota kecil dan daerah pedesaan, telah memicu kekhawatiran bahwa hal itu akan membawa lonjakan kasus selama perayaan yang dimulai pada 21 Januari.

WHO memperingatkan risiko yang berasal dari perjalanan liburan. Cina membuka kembali perbatasannya pada 8 Januari.

Terlepas dari kekhawatiran tentang infeksi, volume penumpang udara di China telah pulih ke 63% dari level 2019 sejak musim perjalanan tahunan dimulai pada 7 Januari.

Kementerian Perhubungan Dina memperkirakan volume lalu lintas penumpang melonjak 99,5% pada tahun ini selama migrasi festival yang berlangsung hingga 15 Februari, Lalu lintas ini telah pulih hingga 70,3% dari level sebelum pandemi pada 2019.

Di pusat perjudian Cina di Makau, jumlah pelancong yang berkunjung telah mencapai 46 ribu orang pada Jumat (13/1). Angka ini adalah jumlah tertinggi sejak pandemi dimulai, mayoritas dari daratan Cina. Pejabat setempat memperkirakan akan ada ledakan pennjung selama Festival Musim Semi.