Raja Belanda Minta Maaf soal Keterlibatan Negaranya dalam Perbudakan

ANTARA FOTO/Septianda Perdana/aww.
Raja Belanda Willem Alexander bersama Ratu Maxima Zorreguieta Cerruti disambut tarian tor-tor oleh masyarakat Batak ketika berkunjung di Dusun Siambat Dalan, Desa Lintong Nihuta, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Toba, Sumatera Utara, Kamis (12/3/2020).
2/7/2023, 10.31 WIB

Raja Belanda Willem-Alexander meminta maaf terkait keterlibatan negaranya dalam perbudakan di masa lalu. Permintaan maaf ini diutarakan dalam perayaan penghapusan perbudakan di Belanda yang ke-150 pada Sabtu (1/7) waktu setempat.

Permintaan maaf Willem-Alexander menyusul permintaan maaf yang sama dari Perdana Menteri Belanda Mark Rutte pada akhir tahun lalu. Rutte menyinggung soal peran Belanda dalam perbudakan dan perdagangan budak dalam permintaan maafnya.

“Hari ini, sebagai raja Anda dan anggota dari pemerintah, saya meminta maaf,” kata Willem-Alexander dalam pidatonya, Sabtu (1/7) dikutip dari Associated Press.

Belanda Salah Satu Pedagang Budak Terbesar

Tidak hanya itu, raja berusia 56 tahun ini mengatakan dirinya telah mendukung studi lebih lengkap untuk mengetahui peran detil Kerajaan Belanda dalam perbudakan. Hasil studi ini diperkirakan dapat selesai pada 2025.

Associated Press menyebut Belanda pertama kali terlibat dalam perdagangan budak di trans-Atlantik pada akhir 1500-an. Pada pertengahan 1600-an, Belanda menjadi salah satu pedagang budak terbesar.

Dosen Leiden University sekaligus peneliti sejarah kolonial Belanda, Karwan Fatah-Black, menyebut Perusahaan Hindia Barat Belanda yaitu Dutch West India Company pun menjadi pedagang budak terbesar di dunia.

Sebuah studi yang didukung pemerintah Belanda menemukan Kerajaan Belanda mendapat untung sekitar US$ 600 juta atau sekitar Rp 9 triliun (kurs Rp 15.040 per dolar AS) dari koloni-koloninya pada 1675 - 1770.

Sebagian besar dari untung tersebut didapat sebagai hadiah dari Perusahaan Hindia Timur Belanda atau yang biasa disebut VOC. VOC adalah perusahaan perdagangan rempah-rempah buatan Belanda yang menduduki Indonesia dan negara-negara Asia lainnya pada periode tersebut.

Kerajaan Belanda juga telah mengucapkan permintaan maaf kepada Indonesia atas “kekerasan berlebihan” yang dilakukan Belanda pada masa lalu. Permintaan maaf ini diutarakan ketika Willem-Alexander melawat ke Indonesia pada Maret 2020 lalu.

Pada 15 Juni 2023 lalu, Belanda turut mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Sebelumnya, Belanda hanya mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1948 sesuai dengan hasil Konferensi Meja Bundar.

Perdagangan Orang Masih Terjadi

Meskipun sudah lepas dari penjajahan, kasus perdagangan orang masih terjadi di negara Asia Pasifik. Dalam laporan Global Report on Trafficking in Persons 2022, United Nations Office on Drugs and Crime atau UNODC mengestimasikan rasio jumlah korban perdagangan orang di kawasan Asia Timur dan Pasifik mencapai 0,34 korban per 100.000 penduduk pada 2020.

Namun, data UNODC hanya merepresentasikan jumlah korban yang terdeteksi dan tercatat pihak berwenang, sehingga rasio korban secara aktual bisa jadi lebih tinggi. Data ini juga sebatas mencakup korban dari 11 negara Asia Timur dan 8 negara Pasifik.

Negara Asia Timur yang tercakup dalam laporan UNODC adalah Indonesia, Brunei Darussalam, Kamboja, Malaysia, Myanmar, Singapura, Filipina, Thailand, Mongolia, Jepang, dan Tiongkok. Kemudian negara Pasifik meliputi Fiji, Palau, Tonga, Vanuatu, Kep. Solomon, Mikronesia, Australia, dan Selandia Baru.

Secara kumulatif, pada 2020 rasio korban perdagangan orang di Asia Timur dan Pasifik menurun dibanding 2019, sekaligus tergolong rendah dibanding sedekade terakhir seperti terlihat pada grafik.

Reporter: Reza Pahlevi