Tak hanya serangan senjata tentara Israel, kelaparan juga menjadi faktor yang membuat kematian warga Palestina di Gaza. Israel telah membunuh lebih dari 31.600 warga Palestina sejak 7 Oktober dan menyebabkan jutaan lainnya ke jurang kelaparan.
Laporan terbaru yang dikeluarkan Integrated Food Security Phase Classification (IPC) pada Senin, menyebutkan kelaparan sedang terjadi di Gaza, dengan 1,1 juta orang atau setengah populasi penduduk daerah tersebut. Mereka menghadapi tingkat kelaparan yang sangat parah.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa situasinya telah memburuk secara signifikan sejak pantauan terakhir yang dilakukan pada Desember 2023. Jika Israel melanjutkan strategi mematikannya, maka jumlah orang yang mengalami kondisi tersebut akan meningkat dua kali lipat pada Juli.
IPC mengklasifikasikan kelaparan sebagai tingkat kerawanan pangan terparah. Kelaparan diprediksi bakal terjadi jika sedikitnya 20 persen rumah tangga kekurangan kebutuhan dasar dan malanutrisi akut melebihi 30 persen.
Direktur Eksekutif World Peace Foundation di Universitas Tufts, Amerika Serikat, Alex de Waal, telah bertahun-tahun meneliti dan menulis tentang krisis pangan dan bencana kelaparan di seluruh dunia. Namun, kondisi yang diciptakan Israel di Gaza saat ini belum pernah ia temui sebelumnya.
Kelaparan massal biasanya membutuhkan waktu lama, terutama di wilayah di mana terdapat produksi pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup. "Saya tidak bisa membayangkan kejadiannya bisa secepat ini," kata De Waal seperti dikutip Anadolu.
Dalam 6 bulan terakhir, serangan Israel telah menyebabkan 85 persen penduduk Gaza mengungsi dan kekurangan makanan, air, obat-obatan, serta kebutuhan hidup lainnya. Data terbaru menunjukkan hampir 30 warga Palestina, termasuk anak-anak, meninggal dunia karena kekurangan gizi dan dehidrasi.
Menurut De Wall, Israel telah menerapkan taktik kelaparan massal di Gaza, terutama wilayah yang sangat terkonsentrasi secara geografis. Data pada akhir November atau awal Desember, kurang dari satu persen anak-anak menderita gizi buruk akut yang parah. Hanya dalam kurun 2 bulan, lebih dari separuh populasi Gaza diturunkan ke status darurat atau lebih buruk lagi.
IPC memperingatkan gencatan senjata mesti diberlakukan untuk menghindari kelaparan di utara Jalur Gaza. Seruan gencatan senjata juga sudah diserukan masyarakat dunia. Bahkan Hamas pun telah menawarkan hal ini kepada Israel. Namun, Israel tetap tidak menghiraukannya.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres juga mendesak gencatan senjata segera dilakukan. Dia mengingatkan bahwa kelaparan di Gaza adalah buatan manusia. "Kelaparan di depan mata di utara Gaza adalah bencana yang sepenuhnya dibuat manusia," kata Guterres melalui media sosial X, Selasa (19/3).
Sementara itu, pelapor khusus PBB tentang hak atas pangan, Michael Fakri menyebut Amerika Serikat (AS) terlibat menciptakan kelaparan di Jalur Gaza. Dia pun mendesak pemerintahan Joe Biden bertindak lebih jauh mengintervensi sekutunya.
"Jika AS sangat serius mencegah kelaparan, mereka bisa menekan Israel untuk gencatan senjata, mereka akan berhenti memasok senjata dan dukungan finansial ke Israel," kata Fakri dikutip Al Jazeera.
Menurut PBB, perang Israel telah memaksa 85 persen penduduk Gaza menjadi pengungsi di tengah blokade yang melumpuhkan sebagian besar akses makanan, air bersih, dan obat-obatan, Sementara 60 persen infrastruktur daerah itu telah rusak atau hancur.
Blokade total Israel sejak 7 Oktober 2023 lalu membuat masyarakat Gaza kekurangan pangan dan air bersih di tengah operasi militer. Masyarakat di utara Gaza dilaporkan terpaksa mengonsumsi makanan hewan atau mengais-ngais untuk mencari makanan.
Sebanyak 27 anak telah tewas belakangan ini karena malanutrisi di utara Gaza. Korban kelaparan kemungkinan bertambah jika gencatan senjata tidak segera diberlakukan.
Menurut data terkini Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, serangan Israel telah membunuh setidaknya 31.726 orang. Lebih dari setengah korban serangan Israel adalah anak-anak dan perempuan. Sedangkan 73.792 orang lainnya terluka akibat serangan Israel dan lebih dari 8.000 orang dinyatakan hilang, kemungkinan tertimbun reruntuhan.