Menteri Pertahanan Filipina mengatakan Cina adalah pengganggu terbesar perdamaian internasional di kawasan Indo-Pasifik. Menteri Pertahanan Filipina Gilberto Teodoro dalam konferensi militer tahunan komando Indo-Pasifik mengatakan bahwa Filipina sangat serius dalam melindungi kedaulatannya.
Menurut laporan Reuters, Teodoro mendesak negara-negara mitra untuk mengecam “tindakan ilegal” Cina di Laut Cina Selatan. Brunei, Malaysia, Taiwan, dan Vietnam memiliki klaim kedaulatan yang saling bersaing di beberapa bagian Laut Cina Selatan, yang merupakan jalur perdagangan tahunan senilai lebih dari US$3 triliun yang dilalui kapal-kapal internasional.
Tiongkok menolak keputusan Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag pada tahun 2016 yang menyatakan bahwa klaim luas Beijing atas Laut Cina Selatan tidak memiliki dasar hukum internasional.
Filipina telah menuntut agar Cina menghentikan semua tindakan provokatif dan berbahaya setelah menuduh negara tersebut menembaki pesawat Filipina yang sedang melakukan patroli di Laut Cina Selatan. Satuan Tugas Laut Cina Selatan Filipina mengatakan pesawat tersebut juga menghadapi gangguan dari jet tempur Tiongkok ketika sedang melakukan penerbangan pengawasan di dekat Scarborough Shoal pada 19 Agustus 2024.
Kedua negara telah meningkatkan konfrontasi maritim dalam beberapa bulan terakhir. Kondisi ini menyebabkan kekhawatiran akan terjadinya konflik yang dapat menarik campur tangan Amerika Serikat (AS), sekutu militer Filipina.
“Tindakan semacam itu merusak perdamaian dan keamanan regional, dan semakin mengikis citra RRT [Republik Rakyat Tiongkok] di mata masyarakat internasional,” ungkap Satuan Tugas Laut Cina Selatan Filipina, dalam pernyataan resmi, Sabtu (24/8), seperti dikutip Al Jazeera.
Pesawat milik Biro Perikanan dan Sumber Daya Perairan (BFAR) berkoordinasi dengan penjaga pantai, memantau dan mencegat para pemburu liar yang melanggar batas zona ekonomi eksklusif Filipina. Gugus tugas tersebut mengatakan bahwa jet tempur Tiongkok, yang tidak terprovokasi, mengerahkan suar beberapa kali pada jarak yang sangat dekat dari pesawat BFAR.
“Tindakannya menunjukkan niat berbahaya yang membahayakan keselamatan personel di dalam pesawat BFAR,” kata gugus tugas itu.
Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengatakan bahwa pihaknya melakukan tindakan balasan terhadap dua pesawat militer Filipina yang terbang di wilayah udaranya di atas Subi Reef, pada Kamis (22/8). Subi Reef adalah sebuah atol perikanan yang telah diubah oleh Tiongkok menjadi pangkalan militer. Namun, Kementerian Luar Negeri Cina tidak berkomentar mengenai insiden 19 Agustus itu.
Ketegangan di Laut Cina Selatan Meningkat
Insiden-insiden ini terjadi pada minggu yang sama ketika kedua negara saling menuduh satu sama lain melakukan penabrakan kapal dan tindakan-tindakan berbahaya lainnya di Laut Cina Selatan. Laut Cina Selatan merupakan salah satu rute perdagangan tersibuk di dunia.
Ketegangan telah meningkat di antara keduanya meskipun mereka telah mencapai kesepakatan pada Juli lalu untuk mengelola beberapa perselisihan maritim dengan lebih baik. Cina mengklaim kedaulatan atas hampir seluruh Laut Cina Selatan, dan memiliki sejumlah kapal penjaga pantai di perairan tersebut untuk melindungi apa yang dianggap sebagai wilayahnya.
Filipina, Taiwan, Malaysia, Indonesia, Vietnam, dan Brunei semuanya menentang klaim Cina. Pengadilan internasional pada tahun 2016 menyatakan bahwa klaim Tiongkok tidak memiliki dasar hukum internasional, dan memberikan kemenangan penting bagi Filipina yang mengajukan kasus ini.
Cina telah membangun tujuh pulau buatan di Laut Cina Selatan, melengkapinya dengan radar, landasan pacu, dan rudal permukaan-ke-udara. Namun, Cina juga mengecam pengerahan militer oleh AS dan sekutunya di wilayah yang disengketakan tersebut, dengan mengatakan bahwa kehadiran mereka merupakan bahaya bagi keamanan regional.