Komisi Yudisial atau KY melakukan eksaminasi terhadap putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang membebaskan mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir. Hasil pemeriksaan akan dipublikasikan dalam beberapa hari ke depan.
Majelis hakim hari Senin (6/11) memvonis bebas Sofyan dalam kasus PLTU Riau-1. Salah satu pertimbangannya adalah Sofyan tak tahu pemberian uang Rp 4,75 miliar dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo kepada anggota Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham.
“Sudah pasti (ada eksaminasi), tapi tak perlu dipublikasi,” kata Ketua KY Jaja Ahmad Jayus usai menemui Wakil Presiden Ma’ruf Amin di Kantor Wapres, Jakarta, Rabu (6/11).
(Baca: Sofyan Basir, Terdakwa KPK Ketiga yang Divonis Bebas PN Tipikor)
Jaja menjelaskan meski putusan pengadilan Tipikor perlu dihargai, namun KY siap menerima laporan jika ada temuan dari masyarakat. Selain itu internal KY juga akan bekerja jika ada kecurigaan adanya kepentingan kelompok dalam setiap putusan.
“Silakan lapor KY Kalau saudara-saudara memperoleh informasi putusan hakim terpengaruh sebab A,B, C, dan D,” kata Jaja.
Sedangkan Ma’ruf hari Selasa (6/11) menyarankan pihak yang tidak puas terhadap vonis bebas Sofyan mengajukan banding. Bisa mengajukan banding. Saya kira Indonesia ingin menjadi negara hukum,” kata Ma’ruf di Bandung, Selasa (5/11).
(Baca: Erick Thohir Tak Tutup Peluang Sofyan Basir Kembali Jadi Dirut PLN)
Sebelumnya Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Sofyan dengan pidana lima tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Jaksa menilai Sofyan terbukti membantu terjadinya tindak pidana suap meski tak menikmati uang tersebut.
Pada 2016, Sofyan diduga mengatur pertemuan dengan Eni dan Kotjo untuk mempercepat kesepakatan proyek pembangkit tersebut. Menurut Jaksa, Sofyan tahu Eni dan Idrus akan menerima uang senilai Rp 4,75 miliar sebagai imbalan dan Kotjo. Meski demikian, mantan Dirut BRI itu tidak menikmati uang suap.
Nasib Sofyan berbeda dengan para terdakwa lain di kasus yang sama. Kotjo saat ini telah divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta, Eni dihukum 6 tahun bui ditambah denda Rp 200 juta dan penggantian uang Rp 5,8 miliar. Sedangkan Idrus dihukum 5 tahun meringkuk di sel dengan denda Rp 200 juta.