Jakarta - Kabupaten Siak, seperti halnya beberapa kawasan lain di Provinsi Riau, juga mengalami peristiwa kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Jumlah hotspot atau titik panas di Kabupaten Siak pada 2019 ini mencapai 493 titik.
Namun dari segi presentase, titik panas di Kabupaten Siak merupakan salah satu yang terendah di Provinsi Riau, yaitu hanya sekitar 6 persen. Padahal, kabupaten ini memiliki lahan gambut terbesar di Pulau Sumatera. Lebih dari separuh atau 57 persen luas kawasan Kabupaten Siak berupa lahan gambut, yaitu mencapai area seluas 479.485 hektar. Dari total seluruh kawasan gambut tersebut, 21 persen di antaranya adalah lahan gambut dalam, dengan kedalaman 3-12 meter.
Bupati Siak, Alferdi, mengungkapkan rendahnya persentase titik panas adalah hasil dari upaya pencegahan karhutla Kabupaten Siak mendorong upaya pemanfaatan lahan agar lahan terjaga.
“Upaya-upaya tersebut tidak hanya berupa kerja pemerintah daerah, namun juga melibatkan masyarakat, mitra pembangunan, pemerintah kabupaten, organisasi masyarakat sipil, dan juga pihak swasta yang dipayungi oleh Peraturan Bupati No. 22/2018 mengenai Inisiatif Siak Hijau,” kata Alferdi dalam acara diskusi di Jakarta, Selasa, 8 Oktober 2019.
Alferdi menambahkan peraturan Siak Hijau ini menjadi pedoman bagi pemerintah daerah Siak, masyarakat, dan swasta dalam mengelola sumber daya alam yang berkelanjutan, demi kesejahteraan masyarakat Siak
Setahun setelah peristiwa karhutla yang masif pada 2015, Kabupaten Siak mulai berbenah melakukan tahap tahapan pembuatan peta jalan Kabupaten Siak Hijau. Kabupaten bekerja sama dengan organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Saudagho Siak, menganalisis apa saja penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan, serta meninjau dan mengembangkan peraturan-peraturan daerah untuk mencegah dan mengatasi karhutla. Pada 2017, Kabupaten Siak menggandeng pihak swasta dan pengusaha kecil untuk menerapkan Good Agriculture Practice (GAP) untuk pengelolaan kebun sawit yang berkelanjutan.
“Peraturan Siak Hijau menjadi komitmen kami di Kabupaten Siak untuk melakukan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan serta upaya penting bagi kami untuk mencegah dan melakukan penanganan karhutla,” ungkap Alferdi.
Pemerintah setempat juga tidak mengizinkan penebangan kayu alam dan tidak lagi memberikan pembukaan konsesi lahan perkebunan sawit. “Saat ini kami sedang mengembangkan lahan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), intesifikasi komoditas pertanian di lahan gambut, seperti sagu, kayu mahang, dan juga aren,” tambahnya.
Kepala Badan Restorasi Gambut, Nazir Foead, menegaskan mengembangkan daerah TORA merupakan sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya kebakaran, terutama di lahan gambut.
"Selain upaya untuk terus menjaga ketinggian muka air, kunci pencegahann kebakaran lahan gambut adalah memastikan lahan-lahan TORA itu tetap produktif. Jika memberikan manfaat ekonomi, otomatis masyarakat akan tetap menjaga lahan dan memahami pentingnya pertanian dan perkebuman di lahan gambut tanpa mengeringkan lahan gambut,” kata Nazir.
Hingga saat ini, kebakaran hutan dan lahan terus terjadi di Indonesia. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sepanjang Januari hingga Agustus 2019, luas kawasan hutan dan lahan yang terbakar di seluruh Indonesia mencapai 328.724 hektar. Kawasan terparah yang mengalami kebakaran hutan dan lahan di Indonesia adalah provinsi Riau. Menurut angka sementara BPBD Riau, area terbakar mencapai 50.730 hektar dan jumlah titik panas mencapai sekitar 8.168 titik. Sebesar 72 persen di antaranya terjadi di areal lahan gambut.