YLBHI: Penangkapan Pengibar Bendera Bintang Kejora Terlalu Berlebihan

Puluhan mahasiswa Papua kembali mengibarkan Bendera Bintang Kejora saat berunjuk rasa menuntut referendum di depan Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (28/8). Mereka juga meminta Presiden Jokowi agar menemui massa.
2/9/2019, 05.00 WIB

Pemerintah setidaknya telah menangkap delapan orang terkait pengibaran bendera bintang kejora saat unjuk rasa di depan istana merdeka pada Rabu (28/8) lalu.  Ketua Pengembangan Organisasi YLBHI Febi Yonesta menilai respon pemerintah dalam menyikapi aksi pengibaran bendera tersebut terlalu berlebihan.

Dia menilai penangkapan tersebut sebagai bagian dari kriminalisasi kebebasan berekpresi. "Bagi saya ini adalah tindakan pemerintah yang berlebihan terhadap ekspresi dari kawan-kawan Papua. Apa sih bahayanya bintang kejora, apakah dia bisa mengancam dan menggulingkan pemerintahan yang sah," ujarnya saat di temui di Kantor ICW Jakarta, Minggu (1/9).

Ia pun lalu membandingkan sikap pemerintah dengan cara almarhum Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dalam menangani Papua ketika dia menjabat sebagai Presiden RI yang keempat.

Menurutnya, sikap Gus Dur dalam menyikapi pengibaran bintang kejora di Papua sebagai sebuah bentuk umbul-umbul saja yang artinya merupakan simbol budaya masyarakat papua yang seharusnya tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan.

(Baca: Pengamat Ingatkan Pemerintah agar Cepat Atasi Masalah di Papua)

"Justru tindakan tindakan kriminalisasi terhadap perbuatan pengibaran bendera justru mendorong rasa tidak adil di masyarakat Papua, dan dapat mendorong aksi kerusuhan di Papua," ujar Febi.

Lebih lanjut ia menyebut bahwa tindakan represif tersebut malah dapat memperkeruh situasi dimana saat ini semua pihak berharap kerusuhan di Papua tidak semakin tereskalasi. Dia menilai saat ini konflik di Papua berkembang menjadi konflik horizontal, dan hal tersebut sangat disayangkan.

"Padahal jika melacak kejadian yang ada di Surabaya itu kejadian dimana Pemerintah tidak pro aktif melakukan antisipasi dan juga terhadap penyerbuan dan tindakan tindakan berbasis ras," katanya.

Maka dari itu menurutnya demo yang terjadi di Jakarta pada waktu lalu justru mengaburkan kasus yang saat ini terjadi. Fokus kasus yang terjadi yakni absennya negara dalam melindungi masyarakat Papua yang merupakan minoritas ras di Indonesia.

"Yang selama ini pengesampingan warga Papua dari pembangunan, serta kekerasan dan penganiayaan ini digenapi dengan penangkapan secara membabi buta aktivis Papua yang menyuarakan akan menentukan nasib sendiri," kata Febi.

(Baca: Tantangan Jokowi, Pemilihan Capim KPK hingga Kerusuhan di Papua)

Reporter: Verda Nano Setiawan