Perubahan Kabinet, Ekonom Minta Jokowi Pilih Menteri Sesuai Strategi

Intan | Biro Pers Sekretariat Kepresidenan
Presiden Jokowi memimpin rapat terbatas (Ratas) mengenai penetapan harga gas untuk industri di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (4/10/2018)
4/5/2019, 16.01 WIB

Sinyal perombakan atau reshuffle kabinet kembali mencuat setelah Pilpres 2019. Beberapa ekonom menyerukan penggantian beberapa menteri ekonomi. Soal ini, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah menyatakan perubahan sejatinya disesuaikan dengan target dan strategi di bidang ekonomi.

Menurut dia, ibarat sepak bola, target dan strategi yang digunakan akan mempengaruhi pilihan pemain yang diturunkan. “Kalau mau strategi menyerang, pemainnya harus punya karakter menyerang. Demikian juga kalau mau defensif,” kata dia kepada katadata.co.id, Sabtu (4/5).

Meski begitu, ia berpendapat, tidak perlu ada reshuffle kabinet sekarang ini. Toh, akan ada kabinet baru pada Oktober atau November 2019 mendatang. Kecuali, reshuffle untuk mengganti menteri-menteri yang terjerat kasus hukum.

(Baca: Pengamat Sebut Sekarang Momentum yang Tepat untuk Reshuffle)

Ia menilai, reshuffle kabinet – selain untuk menteri yang terjerat kasus hukum – hanya akan menimbulkan kehebohan tanpa manfaat yang besar. Apalagi, waktu tersisa hingga kabinet baru sangat pendek. “Tanpa arah strategi yang jelas tidak akan efektif,” kata dia.  

Sebelumnya, beberapa ekonom menyerukan perlunya penggantian beberapa menteri. Ekonom Universitas Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal, misalnya, berpendapat penggantian perlu dilakukan karena kinerja beberapa menteri membebani pemerintahan.

Ia merekomendasikan penggantian tiga menteri yakni Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, dan Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Ketiga sektor kementerian tersebut dianggap memiliki segudang masalah.

(Baca: Istana Tunggu Status dari KPK untuk Reshuffle Menteri)

Di bawah Menteri Enggar terjadi defisit transaksi berjalan yang mencapai titik terburuknya dalam empat tahun terakhir pada 2018 lalu. Defisit transaksi berjalan disebabkan oleh memburuknya kinerja perdagangan nonmigas dan dibarengi dengan meningkatnya permintaan impor.

Selain itu, masalah membayangi Kementerian Perindustrian dan Kementerian Pertanian yakni deindustrialisasi dan kisruh data pertanian.

Evaluasi Ekonom Atas Kabinet Ekonomi Jokowi

Direktur Riset Core Piter Abdullah menilai perlu ada perbaikan dalam pemerintahan ke depan. Perbaikan bukan sekadar kabinet yang baru, tapi target dan strategi yang jelas. Menurut dia, tidak ada target dan strategi di bidang ekonomi yang cukup jelas pada lima tahun pemerintahan Jokowi.

Ia mengatakan, kesan yang ia tangkap pada lima tahun pertama pemerintahan Jokowi adalah bahwa kabinet Jokowi menjalankan strategi ekonomi yang defensif. Padahal, target pertumbuhan ekonomi jokowi dalam rancangan pembangunan jangka menengah adalah 7%. “Yang disalahkan global,” ujarnya.

(Baca: Istana Buka Peluang PAN dan Demokrat Masuk Kabinet Jokowi)

Untuk pemerintahan baru, ia menekankan perlunya target dan strategi yang jelas. Bila targetnya adalah memacu pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% selama lima tahun ke depan, maka harus dirancang kebijakan yang mendukung, dan dipilih menteri-menteri ekonomi yang sesuai.

“Mereka seharusnya sejak awal sudah paham target dan strategi yang digunakan sehingga tahu persis apa yang akan dilakukan ketika bertugas menjadi menteri,” kata dia.