Lebih dari 300 PNS Kena Sanksi karena Tak Netral dalam Pemilu

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Komite Nusantara Aparatur Sipil Negara (KNASN) mendesak pemerintah merevisi UU Aparatur Sipil Negara (ASN) agar honorer dapat diangkat sebagai PNS, Rabu (19/7/2017).
Editor: Yuliawati
6/3/2019, 17.43 WIB

Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menyatakan lebih dari 300 Aparatur Sipil Negara atau PNS menerima sanksi karena netralitas politik dalam pemilihan umum. Ketua KASN Sofian Effendi mengatakan sanksi yang menimpa ASN terdiri dari tiga jenis mulai ringan, sedang, hingga berat.

Sanksi ringan adalah teguran keras, sedang penundaan kenaikan pangkat hingga gaji, sedangkan sanksi terberat adalah pemberhentian.

"Dari sekian ratus itu pernah Sekretaris Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) diberhentikan karena keberpihakan (politik)," kata Sofian usai sebuah diskusi soal netralitas ASN di Jakarta, Rabu (6/3).

(Baca: Siasat Kenaikan Gaji PNS dan Aparat Desa untuk Pilpres 2019)

Untuk itu, Sofian menekankan agar ASN menjaga netralitasnya dalam Pemilu. Apalagi dia memprediksi jelang tanggal 17 April mendatang pelanggaran netralitas ini akan semakin meningkat. Oleh sebab itu Sofian menyatakan akan memperketat pengawasan agar ASN tetap netral dan tak berpihak. "Agar pemilu kita tak dicemari ketidaknetralan," katanya.

Beberapa kasus yang jadi sorotannya adalah 15 camat di Makassar, Sulawesi Selatan yang mendeklarasikan dukungan kepda calon tertentu. Selain itu ada pula Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan sejumlah Kepala Daerah Tingkat II di Jawa Tengah yang mendeklarasikan dukungan serupa.

Sofian mengatakan teguran keras telah diberikan KASN kepda para camat dan kepala daerah. Hal yang sama berlaku kepada gubernur Jateng lantaran yang bersangkutan adalah Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). "(Semua) sudah diperingatkan," kata dia.

Mantan Ketua Mahkamah Komstitusi Mahfud MD mengatakan selain netralitas, soal profesionalitas ASN juga menjadi sorotan dirinya. Mahfud sempat bercerita bahwa baik dirinya hingga keluarganya masih saja sempat mengalami kesulitan dalam menghadapi birokrasi di tempat tinggalnya, Sleman, Yogyakarta.

Rumitnya urusan beragam, mulai dari pengurusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di daerah, pencetakan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (eKTP) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), hingga Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di wilayah tersebut.

Meski demikian, semua aturan yang ada sebenarnya sudah menunjang perbaikan kinerja ASN. "Ini soal hukum dan etika, dalam praktiknya masih ada sinkronisasi," katanya.

(Baca: Kemenkeu Cairkan Gaji ke-13 PNS setelah Lebaran)